1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hormon Cinta Bisa Sembuhkan Anoreksia

14 Maret 2014

Peneliti Inggris dan Korea mengatakan oksitosin, hormon pada manusia yang juga dikenal sebagai "hormon cinta", berpotensi sebagai pengobatan bagi penderita anoreksia.

https://p.dw.com/p/1BPbY
Foto: Fotolia

Saat mempelajari pasien anoreksia, para peneliti menemukan bahwa oksitosin bisa mengubah cara pandang penderita pada makanan berlemak dan tubuh berukuran gemuk. Sehingga penggunaan hormon ini disarankan untuk dikembangkan sebagai terapi yang membantu pasien anoreksia untuk mengatasi obsesi diet berlebihan.

Masalah psikologis

Anoreksia nervosa diderita jutaan orang di seluruh dunia. Di Inggris, 1 dari 150 remaja perempuan terkena penyakit tersebut. Anoreksia adalah salah satu penyebab utama kematian di negara itu yang berkaitan dengan kesehatan psikis, baik karena komplikasi fisik maupun bunuh diri.

Selain bermasalah dengan makanan dan bentuk tubuh, pasien anoreksia seringnya tidak memiliki kehidupan sosial yang normal. Antara lain karena kegelisahan, dan hipersensitivitas akan emosi negatif.

"Masalah sosial pasien anoreksia sudah dimulai sejak usia remaja, sebelum penyakit itu diderita," kata Janet Treasure, profesor di King's College London's Institute of Psychiatry yang terlibat dalam dua penelitian hormon tersebut."Dengan menggunakan oksitosin sebagai terapi potensial bagi penderita anoreksia, kami berfokus pada beberapa masalah yang menyebabkan penyakit itu."

Hormon alami

Oksitosin adalah hormon pada manusia yang dilepaskan secara alamiah. Seperti saat berhubungan seks, melahirkan, dan menyusui. Sebagai produk sintesis, hormon ini sudah diuji coba sebagai pengobatan bagi berbagai kelainan psikiatrik. Beberapan penelitian menunjukkan oksitosin mampu mengurangi kegelisahan sosial para penderita autis.

Pada penelitian pertama, tim seputar Janet Treasure menganalisa 31 pasien anoreksia dan 33 relawan sehat. Ada pasien yang diberikan oksitosin dan ada yang hanya mendapat placebo. Para peserta studi sebelum menelan obat atau placebo diminta untuk mengamati gambar-gambar yang berhubungan dengan berat badan, makan berkalori tinggi dan rendah, serta bentuk tubuh gemuk dan kurus.

Saat mengamati gambar, peneliti mencatat seberapa cepat peserta studi mengidentifikasikannya. Jika mereka cenderung berfokus pada gambar yang negatif, mereka akan mengidentifikasinya secara lebih cepat.

Kurangi fokus

Hasilnya, dipublikasi di jurnal Psychoneuroendocrinology dan menunjukkan bahwa setelah memperoleh oksitosin, pasien anoreksia mengurangi fokus mereka saat melihat gambar makanan dan tubuh gemuk.

Pada penelitian kedua, yang dipublikasikan di jurnal PLOS ONE, peneliti menggunakan peserta yang sama dengan obat dan placebo yang sama. Tapi mereka menguji reaksi akan ekspresi wajah seperti marah, jijik, atau bahagia. Setelah mendapat dosis oksitosin, pasien anoreksia tidak lagi terfokus pada wajah dengan ekspresi "jijik".

"Penelitian menunjukkan oksitosin secara tidak sadar mengurangi fokus pasien akan makanan, bentuk tubuh, dan emosi negatif", ujar Youl-Ti Kim, profesor di Inje University di Seoul yang bekerja sama dengan Treasure."Ini terobosan penting dalam upaya menangani pasien anoreksia," tambahnya.

vlz/hp (rtr, afp)