1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hilangnya Normalitas

9 Oktober 2012

Novel Baswedan kini menjadi ikon pemberantasan korupsi. Terlalu lama hidup dalam dunia korup membuat kita mempahlawankan polisi yang bekerja secara normal.

https://p.dw.com/p/16MpZ
Foto: AP

Novel bukan sebuah kisah fiksi. Ia adalah cerita tentang kenormalan yang hidup di era abnormal.

Nama lengkapnya adalah Novel Baswedan. Dia adalah tokoh utama dalam lakon Komisi Pemberantasan Korupsi versus Polisi.

Novel Baswedan adalah detektif polisi yang dipinjamkan kepada KPK sebagai tenaga penyidik. Dia terlibat dalam pengungkapan kasus-kasus besar, termasuk korupsi yang melibatkan para Jendral seniornya di Kepolisian.

Keahlian menyigi korupsi, serta pilihannya menolak panggilan pulang ke Trunojoyo, dan bertahan di KPK, membuat Novel Baswedan kini menghadapi tuduhan kriminal dari institusi Kepolisian: tempat dia bekerja.

Novel Baswedan adalah anomali diantara gambaran umum tentang polisi Indonesia yang selama ini dipandang korup. Karena itulah, dia kini dianggap sebagai ikon pemberantasan korupsi.

Novel bukan kisah fiksi kepahlawanan. Dia adalah seorang polisi yang mencoba menjalankan tugasnya: memberantas kejahatan.

Masalahnya kita terlanjur hidup dalam dunia yang tidak normal. Akibatnya, polisi profesional seperti Novel Baswedan terlihat seperti sebuah fiksi kepahlawanan.

Kalau Kepolisian dan Kejaksaan bekerja secara wajar, tidak akan pernah ada KPK, yang kini justru menjadi salah satu harapan terakhir kita, dalam pemberantasan korupsi.

Sekali lagi, itu semua terjadi karena institusi yang seharusnya menegakkan hukum tidak bekerja secara normal.

Di dunia abnormal: polisi yang menangkap penjahat, hakim yang menolak sogok, atau birokrat yang profesional, dianggap sesuatu yang luar biasa.

Kita kehilangan kewajaran dalam melihat banyak persoalan, karena terlalu lama hidup dalam dunia fiksi yang korup.

Andy Budiman