1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Filipina: Mahalnya Dana Penanggulangan Bencana

Ebbighausen, Rodion13 November 2013

Filipina merupakan negara peringkat tiga rawan bencana alam di dunia. Meski demikian, antisipasi bencana belum bisa maksimal dilakukan akibat mahalnya dana penggulangan bencana di Filipina yang dipicu sejumlah faktor.

https://p.dw.com/p/1AG2X
Foto: Reuters/Romeo Ranoco

Laporan index resiko bencana dunia tahun 2013 yang dikeluarkan oleh Bündnis Entwicklung Hilft atau organisasi gabungan kemanusiaan Jerman menempatkan Filipina di posisi ke 3 setelah Vanuatu dan Tonga sebagai negara yang paling rawan akan bencana alam. Tak hanya badai tapi juga banjir, gempa bumi serta letusan gunung berapi mengancam negara ini.

Rentannya Filipina terhadap bencana alam membawa pengaruh besar terhadap perkembangan ekonomi Filipina. Dimana dana yang dikeluarkan untuk penanggulangan bencana alam telah mengakibatkan penyusutan produk domestik bruto tahunan Filipina sebesar 0.8 persen seperti dikatakan oleh Jerry Velasquez, staf ahli PBB untuk UNISDR atau Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana.

Selain faktor ini, studi yang dilakukan oleh Bank Dunia dan Dewan Koordinasi Bencana Nasional di Filipina juga menyebutkan ada faktor-faktor lain yang memicu tingginya biaya penanggulangan bencana alam di Filipina yakni dana besar yang harus dikeluarkan terkait dampak sosial dan lingkungan yang diakibatkan oleh bencana.

“Sejak tahun 2000 Filipina terus-menerus menderita kekurangan dana penanggulangan bencana“ tulis PBB dalam laporan Penilaian Global Pengurangan Risiko Bencana (GAR). Velasquez menyebutkan, sehingga anggaran bencana nasional Philipina tahun 2013 sebesar 128 juta euro telah habis terpakai untuk menanggulangi badai Haiyan.


Strategi Evakuasi yang Mahal

Ada dua strategi evakuasi korban bencana alam. Pertama strategi evakuasi awal yakni evakuasi yang dilakukan segera setelah tanda-tanda awal bahaya muncul. Kedua adalah tindakan evakuasi yang dilakukan beberapa saat sebelum bencana melanda. Sehubungan dengan strategi ini pemerintah Filipina memberlakuan kebijakan evakuasi awal.

“Filipina memberlakukan kebijakan yang merupakan satu-satunya di dunia“ kata Velasquez. Ia menambahkan, kebijakan ini berarti, di tengah kondisi masyarakat Filipina yang terus tumbuh dan makin rentan maka akan semakin banyak pula korban yang harus diselamatkan.

Hambatan dalam pelaksanaan kebijakan ini adalah sangat susah untuk meyakinkan para korban tentang arti dan tujuan evakuasi karena bencana tersebut belum pasti terjadi dan tidak akan terjadi dalam waktu dekat.

Untuk mengatasi hal ini, beberapa gubernur di Filipina bernisiatif melakukan pembagian 5 kilo beras pada tiap-tiap keluarga di tempat-tempat pusat pengungsian. “Ini menelan banyak biaya“ kata Velasquez. Sebelum badai Haiyan terjadi pemerintah Philipina telah mengungsikan satu juta korban.


Pertumbuhan Ekonomi Meningkatkan Risiko Bahaya


Pertumbuhan ekonomi Filipina tak hanya memberikan keuntungan tapi juga jadi ancaman bagi penduduk. Pertumbuhan ekonomi Filipina yang hampir mencapai tujuh persen yang ditopang faktor dasar yakni pertumbuhan pesat penduduk usia produktif juga menjadi sebab tingginya biaya penanggulangan bencana. Velasquez menyebutkan, pertumbuhan ekonomi juga berarti semakin besarnya bahaya bagi penduduk akibat kecenderungan orang untuk mengabaikan risiko demi mendapat keuntungan cepat.

Industri-industri mencari lokasi di daerah pesisir pantai atau dekat sungai dimana pergerakan ini diikuti juga oleh aliran tenaga kerja. Akibatnya saat badai dan banjir melanda semakin banyak orang yang terkena dampak. Infrastruktur dan pabrik-pabrik di negara-negara berkembang nyatanya memang lebih rentan jika dibanding di negara-negara industri maju. Pabrik-pabrik ini akan lebih mudah rusak akibat material bangunan dan metode konstruksi yang kurang baik.