1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ekonomi Indonesia Melambat

Agus Setiawan5 Februari 2014

Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami tingkat terendah dalam empat tahun terakhir, meski angkanya di atas perkiraan para ahli dan menunjukkan tanda-tanda perbaikan.

https://p.dw.com/p/1B2sU
Foto: Reuters

Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2013 adalah 5,78 persen -- demikian pernyataan resmi Badan Pusat Statistik BPS – menunjukkan untuk pertama kalinya pertumbuhan ekonomi mencatat angka kurang dari enam persen sejak 2009.

Tapi angka tahun lalu, yang turun dari 6,23 persen pada 2012 itu, masih mengalahkan ramalan sebelumnya yang menyebut pertumbuhan Indonesia 5,7 persen.

Para ekonom mengaku terkejut dengan angka pertumbuhan yang lebih kuat dari perkiraan yang diikuti dengan sejumlah data positif, termasuk lonjakan surplus perdagangan dan mulai stabilnya nilai inflasi.

”Angka yang lebih baik dari perkiraan ini sebagian besar akibat melonjaknya ekspor dalam tiga bulan terakhir,” kata analis David Sumual dari Bank Central Asia, merujuk secara khusus kepada pengiriman mineral yang dilakukan perusahaan tambang sebelum pemberlakuan larangan ekspor mineral mentah yang mulai dijalankan bulan lalu.

Indonesia adalah salah satu negara yang paling keras terkena dampak ketika dana asing ditarik dari pasar negara berkembang pada musim panas lalu akibat kekhawatiran Federal Reserve Amerika menghentikan program stimulus besar-besaran.

Skema pembelian dana obligasi The Fed, yang diluncurkan akhir 2012 diperkirakan telah memicu rally di pasar negara berkembang, karena para investor mengejar pengembalian yang lebih baik dari keuntungan mereka.

Namun seiring menguatnya ekonomi AS dan spekulasi yang muncul akibat program ini mereda, para investor melepas saham dan mata uang negara berkembang, menyebabkan gelombang kekagetan di negara seperti Indonesia, selain juga India, Turki dan Brasil.

Masih salah satu yang tercepat

Indonesia juga terpengaruh pelambatan permintaan ekspor dari Cina serta sejumlah faktor domestik, termasuk defisit transaksi berjalan yang besar, gelombang inflasi setelah kenaikan harga bahan bakar minyak dan sejumlah kebijakan ekonomi yang dikritik karena bersifat nasionalistik.

Bursa Efek Jakarta anjlok dari rekor tertinggi lebih dari 5.000 pada Mei menjadi dibawah 4.000 pada September, sementara nilai rupiah anjlok lebih dari 25 persen atas dollar AS pada 2013.

Pemerintah Indonesia merespon dengan menaikkan suku bunga 175 basis poin antara Juni hingga November – meski para analis memperingatkan bahwa langkah itu akan membebani pertumbuhan.

Indonesia juga menjalankan kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan kepercayaan investor, seperti menghapus berbagai aturan bagi investor asing dalam bidang pembangkit listrik, pelabuhan dan Bandar udara.

Negara kekuatan ekonomi terbesar Asia Tenggara itu belakangan memberlakukan kebijakan yang dikritik bersifat populis dan mendapat respon negatif para investor seperti kebijakan larangan ekspor mineral mentah yang mulai berlaku bulan lalu. Sementara pemilu yang semakin mendekat jugua ikut menambah ketidakpastian dalam dunia usaha.

Meski mengalami pelambatan namun Indonesia hingga kini masih mencatatkan diri sebagai salah satu kekuatan ekonomi yang tumbuh paling cepat di dunia.

ab/hp (afp,ap,rtr)