1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Panjat Tebing, Upaya Tarik Kaum Muda ke Gereja

7 April 2009

Sebuah jalan baru untuk menjembatani tema agama kepada remaja. Pemuka gereja Jerman juga menyadari, langkah ini amat perlu dilakukan.

https://p.dw.com/p/HS8U
Foto: AP

Mayoritas warga di Jerman beragama Kristen. Namun gereja khususnya gereja Katolik citranya tidak terlalu bagus di kalangan remaja Jerman. Para remaja memandang gereja sebagai institusi yang ketinggalan zaman, menjengkelkan dan membosankan. Sebuah lembaga yang dipenuhi ritual dari masa lalu serta pandangan kolot. Belum lagi ketentuan harus membayar pajak gereja bagi mereka yang mengaku beragama Kristen. Pokoknya di mata para remaja, gereja itu tidak keren. Itulah sebabnya mengapa banyak sekali remaja yang menyatakan keluar dari gereja. Akibatnya gereja-gereja di Jerman berusaha mencari jalan, untuk menarik minat kaum muda agar kembali aktif dalam bidang keagamaan. Atau lebih tegasnya, agar misa-misa di gereja kembali dipenuhi para remaja. Untuk itu Keuskupan Katolik di kota Essen menggagas program yang disebut “antara langit dan bumi.“ Gereja Liebfrauen di kota Gelsenkirchen misalnya, mengundang remaja untuk berlatih olahraga panjat dinding dan bukannya menghadiri misa.

Di kawasan dalam gereja Liebfrauen di Gelsenkirchen yang biasanya terdengar doa takzim dalam sebuah misa, dibangun sebuah taman untuk olahraga panjat dinding pertama di dalam sebuah gereja di Jerman, dalam kerangka sebuah pilot proyek “remaja dalam tugas gerejawi“ Di sana para remaja yang tertarik dapat memanjat tangga kayu setinggi 10 meter, kemudian berayun pada jaring atau memanjat dinding, tergantung di udara dan membiarkan pikiran bebas lepas.

Di bawah bimbingan dan pengawasan sebuah tim pemanjat profesional dari kelompok pendaki Alpina Jerman, para remaja ini dapat berlatih memanjat dinding, menyeberangi jembatan di ketinggian sekitar 10 meter atau melakukan manuver melintasi dinding yang menggantung. Walaupun di dalam gereja dibangun taman untuk olahraga memanjat, misa keagamaan tetap diselenggarakan pada waktu-waktu yang lazim untuk itu. Mottonya: “gereja bisa tampil beda, tapi dengan pesan keagamaan yang tetap sama“.

Pastor urusan remaja di paroki tersebut, Bernd Steinrötter, menggambarkan dasar pemikiran proyeknya: “Yesus dahulu naik gunung, dan mencari teladan dari lingkungannya. Ia melihat ke sekelilingnya, dan bertanya apa yang ada di sini? Bagaimana melakukan komunikasi yang dapat dimengerti manusia lainnya? Nah, ini mirip dengan taman olahraga panjat diding di gereja., yakni untuk menyerap apa yang dialami kaum muda saat ini dan merumuskannya dalam kata-kata sederhana untuk dapat menyampaikan pesannya. Ini tidak ada bedanya dengan pesan konsili kedua Vatikan, yaitu, menyampaikan pesan kepada orang masa kini, dengan bahasa yang dapat dimengerti dan diterima oleh mereka.“

Sebuah jalan baru untuk menjembatani tema agama kepada para remaja. Dan para pemuka gereja di Jerman juga menyadari, langkah ini amat perlu dilakukan. Sebab semakin banyak remaja yang sulit memahami pesan dari gereja yang tradisional. Penelitian yang dilakukan lembaga jajak pendapat Institut Sinus dari kota Heidelberg menunjukkan, 65 persen remaja tidak merespons pesan yang disampaikan gereja. Padahal para remaja itu bukannya tidak religius. Akan tetapi mereka menunjukkan keyakinan religinya melalui cara yang berbeda.

Namun pembangunan taman olahraga panjat dinding di dalam lingkungan gereja itu justru mendapat kritikan dari kalangan gereja sendiri. Sebagian tokoh gereja yang berpandangan kolot, bahkan menganggap hal itu sebagai menodai kesucian gereja. Namun para penggagas dan penanggung jawab proyek tidak menanggapi kritik tersebut. Mereka merasa bahagia, jika dapat mengundang kaum muda datang ke gereja untuk berlatih olahraga panjat dinding. Misalnya dua remaja putri, Miriam dan Lisa yang selalu datang dan dengan bersemangat berlatih olahraga panjat dinding di dalam gereja.

Dengan konsentrasi penuh, kedua remaja putri ini memanjat dinding dan melintasi pilar-pilar atas gereja, sementara rekan lain di bawah bertindak sebagai tim pengaman dengan tali temalinya. Sasaran selalu berada dalam fokus pandangan. Sebuah kondisi yang mirip dengan keagamaan, yakni harus selalu dijalin komunikasi, saling percaya dan kerja kelompok. "Sebuah komposisi yang sempurnya, dimana di dalamnya juga terdapat kaitan dengan nilai-nilai agama", kata pastor Steinrötter lebih lanjut.

“Kami mencoba, mengumpulkan pengalaman pribadi masing-masing di taman panjat dinding ini dan mengkaitkannya dengan situasi kehidupan sehari-hari yang ada hubungannya dengan agama. Contohnya, jika mereka turun lewat tali, mereka harus percaya kepada orang yang mengamankannya di bawah. Hal itu sama dengan kepercayaan agama. Dalam situasi di mana orang-orang memerlukan nasihat atau menghadapi keputusasaan, selalu ada Tuhan yang memberikan pegangan.“

Akan tetapi, tidak semua penggemar olahraga panjat dinding langsung menyadari hal itu. Bagi para remaja, yang terpenting adalah dapat merasa gembira dengan aktifitasnya. Miriam yang berusia 17 tahun mengatakan, tidak peduli soal filsafat agama, tapi lebih berkonsentrasi pada bagaimana teknik panjat dinding.

Hal yang serupa juga diungkapkan Lisa yang berusia 16 tahun, yang juga aktif menggeluti olahraga panjat dinding di gereja Liebfrauen di Gelsenkirchen. Lisa mengatakan: “Kita memang berada di atas, dan juga senang teman perempuan saya ada di sana dan saya dapat mempercayainya. Tapi saya samasekali tidak berpikir tentang Tuhan. Melainkan berpkir tentang orang yang saya percayai, dan saya tahu ia akan mengulurkan tangannya, agar kami dapat memanjat bersama. Saya juga tahu, jika dia berada di sana, tidak akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.“

Yang jelas, walaupun mungkin bukan didorong oleh kepercayaan kepada Tuhan, para remaja ini sekarang kembali datang ke gereja. Memang tidak menghadiri misa, melainkan untuk berolahraga panjat dinding. Apakah mereka nantinya juga akan lebih mendekat ke kegiatan keagamaan di gereja, sebagai hasil proses pendekatan itu, juga belum dapat diketahui. Hasilnya baru dapat dilihat akhir tahun 2010 mendatang, sampai proyek kegiatan taman olahraga panjat dinding di gereja itu berakhir.

Christina Beyert

Agus Setiawan