1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pengaruh Paralympic Terhadap Kehidupan Penyandang Cacat

5 September 2008

Setelah olimpiade Beijing menggelar Paralympic. Sekitar 4000 atlit penyandang mulai Sabtu (06/09) akan bertanding pada 20 cabang olah raga.

https://p.dw.com/p/FC7h
Atlit ParalympicFoto: AP

Dalam paralympic di Athena Tim Cina berhasil merebut 141 medali emas, tidak berbeda dengan tim olimpiadenya, tim paralympic Cina adalah hasil sistim politik olah raga negara itu.
Misalnya pusat olah raga penyandang cacat di Shanghai, yang merupakan bagian dari sekolah elit untuk olah raga di kota tersebut. Para pemain bola volley yang duduk di kursi roda dan atlit cabang atletik bertemu setiap hari di kampus. Sejak kecelakaan yang dialaminya Yao Fang menderita lumpuh. Sekitar enam tahun lalu secara tiba-tiba pegawai kotapraja mengusulkannya kepada seorang pencari bakat

„Saya sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang sport. Sebelum mengalami kecelakaan saya punya pekerjaan. Dan sekarang tiba-tiba saya harus menjadi olah ragawan. Saya sangat bingung. Bagaimana bisa saya melakukan olahraga? Orang menjelaskan, saya hanya memerlukan tangan, kaki saya tidak harus bergerak. Awalnya itu terdengar cukup menarik. Mereka menguji, apakah saya cukup lentur dan dapat bereaksi dengan baik."

Dan menilai Yao Fang berbakat untuk cabang anggar dengan kursi roda. Paralympic di Beijing adalah event olah raga besar pertamanya. Tapi lebih besar dari itu adalah bagaimana olimpiade bagi penyandang cacat ini mengubah hidupnya

„Dulu setelah kecelakaan mobil orang meremehkan saya. Mereka mengira, seumur hidup saya harus diam di tempat tidur, tidak akan mendapat pekerjaan dan tidak bisa menghasilkan uang. Oleh sebab itu saya sangat diremehkan. Di mata banyak orang saya hanya sampah. Sport benar-benar mengubah saya, seluruh hidup saya sebagai orang cacat telah berubah. Di sini saya merasa sebagai perempuan yang sehat. Penyandang cacat yang bukan olahragawan, hidupnya tidak sebaik kami."

Yao Fang menuturkan, penyandang cacat memperoleh bantuan 380 Yuan dari pemerintahan administratif Shanghai, kira-kira 500 ribu rupiah per bulan. Jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan biaya hidup di Cina. Tapi dikatakannya juga, beberapa tahun lalu jumlah tunjangan itu besarnya kurang dari 100 Yuan per bulan.

Setiap harinya para pemain anggar dengan kursi roda berlatih selama empat jam di pusat olah raga Shanghai. Juga Zhang Lei yang berusia 28 tahun.

„Saya tinggal di pusat latihan olah raga. Dua hari dalam seminggu saya pulang ke rumah. Kami berlatih dan juga memiliki pekerjaan. Tapi kami tidak harus pergi bekerja. Gaji kami setiap bulan beberapa ratus Yuan. Secara resmi, saya karyawan sebuah perusahaan asing. Hal tersebut sudah lazim bagi para olahragawan."

Dalam Paralympic di Athena, Yunani Zhang Lei meraih 1 medali emas dan 1 medali perak bagi tim Cina. Prestasi itu ingin diulangnya dalam paralympic tahun ini di Beijing. (dk)