1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

KTT Asia-Afrika dan Semangat Bandung

22 April 2005

Sebagaimana diketahui tujuan utama KTT Asia Afrika yang kini sedang berlangsung di Jakarta, untuk menghidupkan kembali semangat Bandung melalui rencana kemitraan baru strategis Asia-Afrika yang mencakup tiga bidang kerjasama, yaitu kerjasama politik, ekonomi dan sosial budaya.

https://p.dw.com/p/CPOW
PM Jepang Junichiro Koizumi di KTT Asia-Afrika di Jakarta
PM Jepang Junichiro Koizumi di KTT Asia-Afrika di JakartaFoto: AP

Setengah abad yang lalu 29 negara ikut mengambil bagian dalam KAA di Bandung. Kini konferensi puncak Asia-Afrika dihadiri 103 negara. Di antaranya 46 kepala negara dan kepala pemerintahan, seperti Presiden China Hu Jintao, Presiden Afganistan Hamid Karsai, para perdana menteri India dan Jepang Manmohan Singh dan Junichiro Koizumi, Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki dan pemimpin revolusi Libya Moammar el Ghadafi, hanya untuk menyebut beberapa saja.

Berikut kita simak pandangan dan pernilaian pers Jerman terhadap KTT Asia Afrika tsb.

Harian Frankfurter Rundschau dalam ulasannya mengemukakan:

Semangat Bandung adalah semangat para tokoh besar yang berhaluan nasionalis-kiri , seperti Sukarno dari Indonesia, Gamal Abdel Nasser dari Mesir , Jawaharlal Nehru dari India, dan Zhou Enlai dari China, para pendiri gerakan non blok yang menuntut dihentikannya kolonialisme dan rasisme. Kini 50 tahun kemudian dapat dikatakan, semua negara telah memperoleh kemerdekaannya, kecuali Palestina. Para penentang kapitalisme dari tahun 1955 mungkin akan menggigil bila mengalami bahwa para penerusnya kini mengikuti sistim ekonomi barat. KTT Asia Afrika juga menjadi forum untuk membahas berbagai masalah dunia. Sekjen PBB Kofi Annan datang ke Jakarta untuk membicarakan reformasi PBB. Konflik

China-Jepang juga merupakan isu penting. Tak kalah pentingnya pertemuan bilateral lainnya , seperti pertemuan Yudhoyono dengan diktator Myanmar, Jendral Than Swe , yang jarang sekali menerima tamu asing. Yudhoyono hendak membahas masalah Aung san Suu Kyi dan kontroversi mengenai jabatan ketua ASEAN yang akan dipegang oleh Myanmar tahun 2006 mendatang.

Harian ekonomi Jerman Handelsblatt selain menyoroti semangat Bandung juga mengulas kerjasama ekonomi antara Asia dan Afrika:

Pada KAA pertama 50 tahun yang lalu tokoh-tokoh legendaris , Sukarno, Gamal Abdel Nasser, Zhou Enlai, Jawaharlal Nehru, Ho Chi Minh mencetuskan gerakan non blok, untuk mencari jalan ketiga antara kapitalisme AS dan sosialisme Uni Soviet. KAA pertama ditandai semangat pembangunan negara berkembang yang baru saja melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Namun sementara ini perang dingin digantikan dengan perang melawan terorisme. Semangat Bandung yang ditandai cita-cita luhur telah lama lenyap. Perhatian dunia kepada KTT AA terutama sehubungan dengan konflik Jepang-China.

Para pemimpin Asia dan Afrika di Jakarta hendak mengukuhkan jembatan antara kedua benua serta menggairahkan kerjasama antar negara berkembang. Kerjasama politik, bisa dibilang masih pada tahap awal. Sebaliknya kerjasama ekonomi sudah terjalin erat . Meski kesenjangan perkembangan antara Asia dan Afrika semakin lebar dalam 50 tahun belakangan ini. Namun pertumbuhan kuat ekonomi , misalnya di China dan India , membuka peluang baru bagi kerjasama. 13 persen semua ekspor Afrika mengalir ke Asia. Volume perdagangan China-Afrika sejak 2001 tiap tahunnya naik lebih dari 30 persen, sekarang mencakup hampir 30 milyar Dollar. Bank Dunia meramalkan dalam lima tahun mendatang China akan termasuk tiga investor terbesar di benua Afrika. China membutuhkan bahan mentah dari Afrika dan Afrika membutuhkan barang mrurah dari China. Kini perdagangan tidak hanya meliputi bahan mentah dan enerji. Bisnis Asia-Afrika juga mencakup bidang telekomunikasi dan tehnik informatika. Rejim di Simbabew meski bangkrut memesan 6 pesawat tempur senilai 120 juta US dollar dari China. Pada waktu bersamaan perusahaan-perusahaan Asia dalam rangka internasionalisasi strategi semakin kuat melirik pasar Afrika yang konsumennya tidak banyak menuntut. Dari perusahaan alat rumah tangga China, sampai perusahaan mobil dan IT India, telah membuka cabang di Afrika.