1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kebebasan Berekspresi vs Kebebasan Beragama

Rachel Gessat18 September 2012

Sebuah film anti Islam telah menyulut aksi protes di negara-negara berpenduduk Muslim. Juga di Jerman, timbul pertanyaan: di mana batas kebebasan pers, seni dan pribadi.?

https://p.dw.com/p/16Avs
Foto: picture-alliance/dpa

Tokoh politik dan sosial di Jerman sependapat dan menilai bahwa film Amerika The Innocence of Muslims merupakan film tak berseni dan provokatif. Satu “kebodohan tak bermutu“ demikian disebut politis dari Partai Hijau Volker Beck, satu “provokasi tidak masuk akan dan tidak dapat diterima,“ dikatakan Ketua Konferensi Uskup Jerman Robert Zollitsch.

Bundesjustizministerin Sabine Leutheusser-Schnarrenberger
Menteri Kehakiman Jerman Sabine Leutheusser-SchnarrenbergerFoto: picture-alliance/dpa

Namun masih terdapat silang pendapat, apakah dan bagaimana negara harus bertindak untuk mencegah penyebaran film yang melecehkan ini di Jerman. Politisi dari Patai Sosial Demokrat SPD dan Partai Hijau berpendapat, film tersebut memang membuat marah, tapi tidak ada muatan pidana. Menteri Kehakiman Jerman Sabine Leutheusser-Schnarrenberger sejauh ini menolak dilakukannya langkah hukum dan sebaliknya meminta, “agar masyarakat luas menentang dengan tegas segelentir provokator.“

Yang dimaksud provokator oleh Sabine Leutheusser-Schnarrenberger adalah kelompok radikal kanan Pro Deutschland, yang merencanakan untuk memutar bagian film yang terdapat di internet secara terbuka di kota Berlin.

Bundestag Haushaltsberatungen
Kanselir Jerman Angela Merkel (kanan) bersama Mendagri Hans-Peter FriedrichFoto: picture-alliance/dpa

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle menuntut pelarangan film tersebut. Tuntutan ini juga didukung oleh Kanselir Jerman Angela Merkel. Hari Senin (17/09) di Berlin, Angela Merkel mengatakan, pihak berwenang harus mempertimbangkan secara hukum, apakah pemutaran film ini bisa mengganggu kemanan publik. Dan Menteri Dalam Negeri Jerman Hans-Peter Friedrich mengumumkan, akan melakukan segala cara yang sah untuk mencegah penyebaran film anti-Islam ini.

Situasi Hukum di Jerman

Pengumuman yang dikeluarkan menteri dalam negeri Jerman ini setidaknya dapat dilihat sebagai seruan kepada Senat Berlin, dikatakan Christoph Gusy, pakar hukum di Universitas Bielefeld. “Kementrian Dalam Negeri sama sekali tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan satu peraturan yang melarang video atau hasutan kebencian lewat video.“

Masalah ini merupakan tanggung jawab negara bagian. Apakah film ini akan diputar di Berlin, politisi dan pengadilan di Berlin lah yang harus memutuskannya. “Hampir tidak ada dasar hukum yang memungkinkan pihak berwenang untuk bertindak dalam kasus seperti ini. Kebebasan beragama dilindungi KUHP Pasal 166, tapi hanya dalam arti yang sempit. Ini tidak meliputi semua propaganda atau setiap pelecehan agama,” dijelaskan Christoph Gus. Hanya penghinaaan yang dapat mengganggu ketentraman masyarakat yang disebutkan didalamnya.

Prof Dr. Christoph Gusy
Prof Dr. Christoph GusyFoto: Norma Langohr - Pressestelle Universität Bielefeld

Namun frasa ini menyisakan banyak ruang untuk interpretasi yang berbeda. Prof. Gusy merasa skeptis, apakah Pasal 166 KUHP Jerman dapat melarang pemutaran film tersebut. “Juga untuk menciptakan ketentraman publik, hak-hak mendasar dan Undang Undang Dasar tidak boleh dilanggar.

Undang Undang Dasar Jerman menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan berseni. Di negara pluralis seperti Jerman, kebebasan berekspresi merupakan komponen penting bagi kehidupan bersama. “Setiap orang boleh mengkritik orang lain, tapi juga bisa menerima kritik. Ini juga berlaku bagi umat beragama,“ dikatakan Prof. Gusy.

Karena itu, di satu sisi pihak berwenang dan pengadilan harus mempertimbankan kebebasan seni dan berekspresi dan di sisi lain kebebasan beragama.