1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gaji Pegawai Negeri Palestina Tidak Terjamin

4 September 2012

Pemerintah otonomi Palestina terlilit masalah keuangan. Anggaran rumah tangga kekurangan lebih dari satu milyar Dolar AS. Para petugas pemerintahan kembali harus menunggu gaji mereka dibayarkan.

https://p.dw.com/p/163Pz
Foto: DW

Jihad Khatid hampir setiap bulan harus menunggu gaji yang datang terlambat. Ayah dari enam anak ini bekerja sebagai supir di dinas kesehatan pemerintah otonomi Palestina di Ramallah. Truk angkutnya yang tua ia gunakan untuk mengantar obat dan peralatan medis di Tepi Barat. "Saya tidak bisa berencana. Setiap bulan saya harus membayar kredit di bank. Krisis ini dirasakan warga", ujar Khatib. Padahal sekarang tahun ajaran baru dimulai. Pengeluaran untuk anak-anak akan bertambah. Setidaknya gaji bulan Juli telah ia terima, setelah menunggu dua bulan.

Bagi petugas pemerintah otonomi Palestina kondisi seperti ini hampir sudah dianggap 'normal'. Secara rutin diperingatkan, bahwa gaji tidak akan datang tepat waktu atau proyek tidak bisa dibayar sesuai perjanjian. "Tema gaji adalah tema berkesinambungan. Setiap bulan tidak jelas, apakah kita bisa membayar gaji atau tidak", kata Mohammed Shtayyeh, ketua dewan ekonomi bagi pembangunan dan pembangunan kembali (PECDAR).

Anggaran Palestina bergantung pada dana bantuan dunia internasional. Menurut Shtayyeh, jumlahnya tidak pasti dan tidak sesuai waktu pembayaran. Sengketa politik juga berdampak pada keuangan. Baru pada tahun lalu, kongres AS sempat membekukan dana bantuan yang telah disetujui sebelumnya, setelah Presiden Palestina Mahmud Abbas mengajukan pencalonan Palestina menjadi anggota resmi PBB. Israel menghentikan transfer pemasukan pajak Palestina.

Salam Fayyad Ministerpräsident Palästina
Perdana Menteri Palestina Salam FayyadFoto: AP

Krisis keuangan semakin bertambah

Lubang anggaran mencapai lebih dari satu milyar Dolar, demikian berita yang terdengar di Ramallah. Israel bahkan dikabarkan memohon suntikan dana 100 juta Dolar dari dana moneter internasional (IMF). Namun, IMF menolaknya. Bank Dunia juga khawatir. Berdasarkan kondisi saat ini, ekonomi Palestina tidak bisa bertahan. Demikian laporan Bank Dunia di bulan Juli.

Padahal dalam dua tahun terakhir, banyak pujian yang datang dari dunia internasional atas model ekonomi Perdana Menteri Salam Fayyad yang ingin memajukan pembangunan negaranya. Tahun 2010 pertumbuhan mencapai 9 persen. Namun, prognosa tahun ini memburuk.

Flash-Galerie Palästina Wirtschaft und Aufschwung
Boomtown RamallahFoto: CC-BY-SA Rgaudin

Bagi ekonom Nasser Abdelkarim banyak alasannya. Pengeluaran pemerintah otonomi terus meningkat, ujar profesor Universitas Bir Zeit itu. Ia mengkritik, pemerintah Palestina terlalu memperhatikan angka pertumbuhan. "Pemerintah kerap menegaskan pertumbuhan empat tahun yang lalu. Tapi itu pertumbuhan tanpa pekerjaan. Tidak ada lapangan kerja yang terwujud", kata Abdelkarim. Bersamaan dengan itu, jumlah kredit pribadi bertambah.

Pemerintah otonomi, salah satu pemohon kredit di bank, ingin mengatasinya dengan berhemat. Tunjangan akan dibekukan. "Masalahnya, pemerintah otonomi adalah pemberi kerja terbesar bukan sektor swasta", jelas Mohammed Shtayyeh dari dewan ekonomi PECDAR. "Kami tidak mempekerjakan orang baru lagi. Para pegawai dipersilahkan untuk pensiun dini. Pajak harus dinaikkan atau pengeluaran harus dikurangi. Keduanya sangat sulit dalam situasi sosial yang tegang."

Pendudukan Israel lumpuhkan perekonomian

Ini tidak cukup untuk menutup lubang yang ada. Karena untuk jangka panjang pembatasan dari Israel akan datang. Demikian pendapat pengamat ekonomi Sam Bahour. Selama Israel menduduki Tepi Barat, tidak mungkin untuk memiliki perekonomian yang independen. 1994 Bahour kembali dari Amerika Serikat ke Ramallah untuk berinvestasi dan terlibat dalam pembangunan kembali.

USA Palästinenser Sam Bahour
Pengusaha Sam Bahour: Israel harus akhiri pendudukanFoto: cc-by-nc-sa3.0/Deeproots

Khususnya Ramallah berkembang cepat. Proyek bangunan terlihat di setiap pojok kota. Gedung pencakar langit, kafe dan restoran dibangun dalam beberapa tahun terakhir. "Boomtown", begitu julukan bagi kota tersebut. Namun, Ramallah menyandang status istimewa dan tidak bisa jadi percontohan bagi sisa penjuru Tepi Barat. "Tentu penting untuk melihat aktivitas ekonomi dan pembangunan kafe baru, hotel baru atau perusahaan kecil", ujar Bahour. "Tetapi yang kami butuhkan adalah pembangunan ekonomi. Sumber daya dibutuhkan, seperti tanah, air, kebebasan bergerak, frekuensi radio, zona perdagangan bebas. Tapi itu semua 100 persen dikontrol oleh dinas militer Israel. "

Tidak banyak lagi warga Tepi Barat yang berilusi, bahwa situasi mengalami perubahan. Mereka harus terbiasa dengan ketidakpastian keuangan. Optimisme dalam keadaan krisis, juga adalah slogan hidup banyak warga Palestina.

Tania Krämer / Vidi Legowo-Zipperer

Editor : Hendra Pasuhuk