1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kontroversi Teknik Penyimpanan CO2 di Bawah Tanah

30 Juli 2012

Carbon Dioxide Capture and Storage (CCS)merupakan salah satu teknologi terpenting dalam memerangi perubahan iklim. Tapi Jerman terkendala dalam penerapan teknologinya serta menghadapi tentangan warga.

https://p.dw.com/p/15gaN
Foto: picture alliance/dpa

Tema aturan penangkapan dan penyimpanan CO2 di bawah tanah (CCS) menjadi silang sengketa panas di Jerman. Setelah tarik ulur amat alot, belum lama ini pemerintah dan parlemen Jerman menyetujui undang-undang yang mengatur teknologi penyimpanan karbon dioksida di bawah tanah dalam volume terbatas.

Menteri lingkungan Peter Altmaier, sesaat setelah disahkannya undang-undang baru itu menyatakan, tidak akan menerapkan penyimpanan CO2 di dalam tanah jika rakyat menentangnya. Dalam naskah undang-undang baru itu, juga dicantumkan pasal, pemerintah negara bagian Jerman dapat menolak penyimpanan CO2 di wilayahnya.

Bundeskabinett CSS CO2 Speicherung
Pemerintah Jerman setujui teknik penyimpanan CO2 secara terbatas.Foto: picture alliance / dpa

Menanggapi silang sengketa itu, Komisaris Urusan Energi Uni Eropa, Günter Oettinger pada bulan Juni lalu sudah menegaskan, akan mengusahakan penyimpanan gas CO2 di kawasan laut utara di zona perairan bebas 12 mil dari garis pantai. "Ini sebuah opsi yang berlaku bagi seluruh Jerman", kata Oettinger.

Akan tetapi, untuk penerapannya diperlukan jaringan pipa, yang melewati wilayah teritorial negara bagian. Dalam hal ini, negara bagian tidak dapat menolak dilintasi jaringan pipa semacam itu.

Dukungan Terkait Lapangan Kerja

Sebetulnya di Jerman terdapat negara bagian yang mendukung penerapan teknik penyimpanan CO2 di bawah tanah-CCS, yakni negara bagian Brandenburg. Pasalnya di negara bagian itu, industri batu bara menjadi pemberi kerja dan pembayar pajak terbesar.

Sebagai upaya mempertahankan lapangan kerja dan pemasukan ke kas negara bagian, PM negara bagian Brandenburg Matthias Platzeck dalam kampanye belum lama ini berjanji, mensyaratkan teknologi CCS bagi pembangunan pembangkit listrik batu bara terbaru.

Pemerintah negara bagian Brandenburg menjual tema teknik penyimpanan CO2 di bawah tanah (CCS) kepada para pemilih sebagai refornasi energi. PM Platzeck juga menyebutkan, sebagai negara industri, Jerman harus tetap melakukan riset di bidang CCS.

Flash-Galerie Wochenrückblick KW 15 Demonstration gegen CO2 Endlager
Greenpeace menentang rencana penyimpanan CO2 di bawah tanah.Foto: picture-alliance/dpa

Juga perusahaan energi Swedia, Vattenfall yang sebelumnya membatalkan proyek CCS senilai 1, 5 milyar Euro di Brandenburg, menyatakan untuk kedua kalinya akan mencoba lagi proyek itu. Direktur Vattenfall cabang Jerman, Tuomo Hatakka mengatakan, undang-undang baru itu merupakan sinyal positif bagi riset lanjutan teknologi perlindungan lingkungan.

Rencana utama Europa

Uni Eropa kini justru mencanangkan haluan utama penerapan teknologi CCS terlepas dari silang sengketa di Jerman. Disebutkan, CCS hendaknya menjadi jejaring teknologi yang meliputi seluruh Eropa. Teknologinya direncanakan antara tahun 2020 hingga 2050 untuk memungkinkan penerapannya secara meluas di Eropa.

Untuk itu diperlukan pembangunan jaringan pipa sepanjang seluruhnya 22.000 km dengan biaya sekitar 50 milyar Euro. Dengan jaringan pipa itu, ditargetkan transportasi hingga 1,2 milyar ton CO2 per tahunnya ke tempat penyimpanan akhir di kawasan laut utara.

Juga para pesaing di tatatan internasional terus aktif meneliti teknologi yang kontroversial itu. Institut teknologi kenamaan di AS, MIT di Cambridge dewasa ini memimpin proyek penelitian di bidang ini. Sekitar 40 instalasi CCS berbagai ukuran, saat ini sedang dibangun di berbagai kawasan, 13 diantaranya di AS. Direncanakan, sebagian besar instalasi CCS itu sudah dioperasikan pada tahun 2015.

Kay-Alexander Scholz/Agus Setiawan

Editor : Dyan Kostermans