1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kubu Republik AS Cari Jati Diri

8 Maret 2012

Super Tuesday menunjukkan satu hal kepada publik. Republik tidak tahu persis, apa yang mereka inginkan sesungguhnya. Ini bisa membahayakan simpati publik.

https://p.dw.com/p/14HM3
Foto: AP

Perubahan bisa terjadi dengan cepat. "Enam bulan yang lalu", ujar Kyle Scott, "berdasarkan situasi keuangan, sepertinya kubu Republik akan menang pemilihan presiden dengan mudah". Namun, karena tidak ada yang bisa memutuskan siapa yang akan menjadi kandidat calon presiden, kesempatan pihak konservatif mulai menipis. Demikian menurut pakar politik dari Universitas Duke di North Carolina tersebut.

Mitt Romney yang diunggulkan mulai berkurang pendukungnya. Thomas Mann dari Institut Brookings di Washington berkomentar, "Para pemilih yang independen tidak bersimpati lagi padanya. Sementara kubu Demokrat sudah sepakat, Republik terkesan tidak bisa dipercayai dan tidak yakin."Calon kandidat juga dianggapnya terlalu lemah dan ini dikarenakan Republik tengah berada di fase perubahan generasi.

Terlalu beralih ke "kanan"

Ideologi partai yang mulai beralih ke haluan kanan juga menjadi masalah. Demikian menurut Thomas Mann. Pada pemilihan kongres dua tahun yang lalu, pengaruh Tea Party masih positif. Namun, kini seorang Ronald Reagan pun tidak akan disambut sebagai seorang kandidat. Sementara Kyle Scott berpendapat, "Partai Republik mencari kandidat ideal yang tidak bisa ditemukan di politik." Harus ditunjukkan kemampuan berkompromi, jika ingin mendapatkan hasil.

Tea Party Movement Bewegung
Tea PartyFoto: AP

Keputusan pragmatis seharusnya adalah Mitt Romney. Dialah yang mampu menang suara di kota-kota penting seperti Ohio. Ini kualitas yang menentukan untuk bisa bertarung dengan Presiden Barack Obama yang menang disana tahun 2008. Di kawasan pedesaan, yang dimenangkan Rick Santorum, siapapun kandidatnya, Republik pasti menang. Ini prediksi Scott.

Sosok pragmatis lawan sosok idealis

Ketidaksediaan Republik untuk mendukung satu kandidat tertentu, dianggap Scott sebagai pertanda, bahwa Republik terpecah. "Ada kelompok yang menganggap kebebasan pribadi sebagai hal yang paling berharga. Ada pihak lain yang menekankan nilai keluarga tradisional dan keunikan Amerika." Kedua nilai ini berbenturan.

romney gingrich us-vorwahl florida
Newt Gingrich (kiri) dan Mitt RomneyFoto: reuters

Sehingga pertarungan keempat kandidat yang sangat berbeda akan terus berjalan dan menggoyang kondisi partai. Brian Darling dari Heritage Foundation yang konservatif berharap, setidaknya Newt Gingrich segera menyerah. "Sulit baginya untuk bertahan jika tidak menang pada pemilihan awal di Alabama dan Mississippi."

Terus berkampanye meningkatkan nilai pasar

Mengapa sosok seperti Gingrich, yang tidak punya kesempatan nyata untuk dinominasi, tetap ingin bertahan, dijelaskan oleh pakar politik Kyle Scott: "Semakin lama ikut serta dan semakin banyak uang yang harus dikeluarkan lawan, semakin baik kemungkinan untuk memperoleh posisi di kabinet kelak." Contohnya, Hillary Clinton yang kini menjadi menteri luar negeri, adalah bekas 'lawan berat' Barack Obama.

Newt Gingrich Wahlkampagne in Florida
Kampanye pemilihan GingrichFoto: gettyimages

Pertarungan panjang dengan hasil damai antara Clinton dan Obama juga dijadikan contoh oleh Brian Darling, yang selama bertahun-tahun menjadi penasihat anggota parlemen ubu Republik. Akhirnya, pendukung Republik juga akan menerima siapapun yang menjadi kandidat. Walau mungkin dengan rasa antusiasme yang tidak berlebihan. Menurut Darling, ini berlaku bagi kedua pihak mengingat banyaknya pihak demokrat yang kecewa dengan Obama. "Saya rasa, pusat kubu konservatif dan liberal tidak lagi memiliki semangat yang sama bagi kandidatnya."

Christina Bergmann/Vidi Legowo-Zipperer

Editor: Dyan Kostermans