1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Diagnosa Infark Jantung

3 November 2011

Sejauh ini sulit melakukan peramalan individual, menyangkut siapa yang memiliki risiko tinggi terkena serangan infark jantung atau Stroke.

https://p.dw.com/p/133wC
Querschnitt durch einen Herzmuskel.
Das menschliche HerzFoto: picture-alliance/dpa

Serangan infark jantung atau stroke, dewasa ini merupakan penyebab kematian utama di negara-negara maju. Pemicu risikonya adalah gaya hidup, berupa konsumsi alkohol, merokok, kurang bergerak, makanan kaya lemak serta penyakit modern lainnya seperti kegemukan atau diabetes. Dengan bantuan teknologi nano, para pakar kedokteran kini dapat meneliti lebih akurat, penyakit akibat penyumbatan pembuluh darah tsb.

Pembuluh darah normal permukaan di dalamnya amat licin. Dengan itu sel-sel darah dapat mengalir lancar tanpa hambatan. Oksigen dapat diangkut dengan cepat ke sel-sel otot yang memerlukannya.

Akan tetapi, jika terjadi peradangan pada dinding pembuluh darah, akan terjadi hambatan dan penyempitan. Pemicunya adalah sejenis protein tertentu yang disebut Matrix-Metallo Protease-MMP.

Pengapuran dan Penyempitan

Mula-mula protein MMP ini memicu kerusakan pada dinding dalam pembuluh darah yang biasanya amat licin. Dengan itu, butiran darah putih atau Leukosit dapat menembus dinding pembuluh darah. Di sana leukosit dapat membentuk penumpukan kapur, yang menyumbat aliran darah di pembuluh darah.

Michael Schäfers dari rumah sakit Universitas Münster menjelaskan proses lanjutannya : "Akibat infeksi semakin banyak leukosit menempel di dinding pembuluh darah, dan lapisan kapur menebal. Hal itu juga berdampak pada sel-sel otot, dimana pada posisi yang meradang terbentuk lapisan tebal. Matrix-Metallo Protease akan menguraikan penyumbatan tsb. Dinding pembuluh darah dapat terkoyak dan tersumbat, yang memicu infark jantung. Jika hal itu terjadi pada pembuluh darah di kawasan otak, akan terjadi stroke.“

Peramalan Risiko

Herzattacke
Serangan infark jantungFoto: AP

Tapi ditegaskan, amat sulit meramalkan kemungkinan risiko infark jantung atau stroke, hanya dengan mengamati kebiasaan makan atau merokok, atau juga aktifitas gerak badan seseorang. Yang terpenting adalah, para dokter harus mengetahui, apakah dalam pembuluh darah seseorang telah muncul peradangan akut?

Para dokter sebetulnya kini sudah dapat mengamati apa yang terjadi dalam tubuh pasiennya. Misalnya sirkulasi darah dapat diamati, dengan cara menyuntikkan bahan pewarna radioaktif, dan memasukkan pasiennya ke dalam perangkat tomografi komputer. Jika terjadi peradangan atau penyempitan pada pembuluh darah, para dokter dapat mengenalinya.

Masalahnya, para dokter tidak dapat mengamati dimana dinding pembuluh darah yang meradang. Juga diketahui, infark jantung atau stroke, seringkali dipicu dari kawasan yang hanya menunjukkan penyempitan tidak parah atau bahkan tidak ada penyempitan pembuluh darah. Tomografi komputer memang dapat menunjukkan citra pengapuran pada pembuluh darah, akan tetapi hal itu tidak berarti terdapat bahaya akut bagi terjadinya infark jantung.

Schäfers menjelaskan lebih lanjut : “Pengapuran dapat bertahan 20 tahun, setelah peradangannya tidak lagi aktif. Jadi mengetahui, apakah terjadi penyempitan atau pengapuran saja, tidaklah mencukupi.“

Solusi Teknologi Nano

Solusi masalahnya kini terletak pada teknologi nano. Para pakar kedokteran sukses merekayasa molekul yang dapat menempel pada protein pemicu peradangan. Molekulnya disebut tracer atau pelacak, karena dapat menunjukkan citra terjadinya peradangan pada tomografi komputer.

Nanocentre
Teknologi nano dengan eksperimen substansi fluoresens.Foto: Heyrovsky Institute of Physical Chemistry

“Tracer misalnya dapat diimbuhi unsur radioaktif atau bahan pewarna fluoresens. Saya dapat menyinarinya atau radioaktifitas dapat diukur dari luar. Tubuh ibaratnya menjadi transparan bagi komposisi molekul organ tertentu“, ujar Schäfers.

Pada tikus percobaan, para pakar kedokteran berhasil menunjukkan citra tiga dimensi peradangan yang menyebabkan penyumbatan dinding pembuluh darah. Jika ujicobanya dapat diterapkan pada manusia, lewat pelacakan pemicu peradangan Matrix-Metallo Protease -MMP, para dokter akan dapat meramalkan risiko infark jantung individual bagi masing-masing pasien.

Schäfers mengungkapkan lebih lanjut : “Jika kami dapat melihat, seberapa banyak kadar MMP, maka kami juga dapat mengatakan, mereka yang tinggi kadar MMP-nya memiliki risiko tinggi pula, atau sebaliknya. Dengan itu kami dapat meramalkan secara individual, bahwa seseorang memerlukan terapi intensif dan yang lainnya tidak.“

Teknik ini juga membuka kemungkinan diagnosa baru bagi berbagai penyakit lainnya. Terutama penyakit yang diagnosa dininya amat menentukan bagi keberhasilan terapinya, seperti kanker atau multiple sklerose yakni penyakit peradangan sistem saraf pusat. Dengan diagnosa dini, perkembangan stadium lanjut dapat diredam dan dapat dikembangkan konsep terapi khusus.

Fabian Schmidt /Agus Setiawan

Editor : Dyan Kostermans