1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Doping Otak Makin Marak

Gudrun Heise18 Maret 2013

Para mahasiswa Jerman ditengarai makin banyak yang mengkonsumsi doping otak. Bukan hanya sekedar minum kopi yang kandungan coffeinnya memiliki efek stimulasi bugar. Tapi juga dikonsumsi obat paten anti stress.

https://p.dw.com/p/17yfw
Foto: Fotolia/ lichtmeister

Menjelang ujian, biasanya konsentrasi menurun dan hari terasa pendek. Banyak mahasiswa mengatasinya dengan cara tradisional yang terbukti ampuh. Minum kopi sebanyak-banyaknya. Paling tidak, itu membuat mereka tetap melek dan bugar.

Tapi kini terdapat tren baru. Jika segelas kopi tidak lagi membantu, para mahasiswa akan mengkonsumsi pil yang mengandung coffein kadar tinggi. Atau lebih ekstrim lagi. Menenggak obat-obatan paten anti stress, yang harusnya diresepkan oleh dokter misalnya Amphetamine atau Ritalin. 

Doping otak itu, didefinisikan oleh Professor Klaus Lieb dari Universität Mainz sebagai: "Konsumsi unsur psiko-aktif yakni elemen yang memiliki efek pada otak dengan sasaran meningkatkan kinerjanya". Universitas Mainz melakukan penelitian terkait tema "doping otak" ini, dan baru-baru ini mempublikasikan hasilnya.

Banyak Pemakainya

Symbolbild Studiengebühren
Tekanan prestasi dan stress bayangi kehidupan mahasiswa.Foto: picture-alliance/dpa

Sekitar 20 persen dari 2.600 mahasiswa yang menjadi responden penelitian mengaku, setahun lalu, setidaknya sekali mengkonsumsi pil Coffein, Amphetamine atau Ritalin, untuk mendongkrak prestasi otak. Demikian kesimpulan professor Lieb dalam laporan hasil risetnya.

Tingginya penggunaan doping otak dalam penelitian itu, terkait metode riset yang merahasiakan identitas responden, sekaligus tidak membuat perbedaan di antara obat stimulasi kinerja otak. Apakah itu pil Coffein, Amphetamine, Ritalin atau obat paten lainnya.

Dr. Stephan Schleim penulis berbagai buku mengenai doping otak, memperingatkan bahayanya penggunaan obat-obatan paten itu. "Ritalin misalnya, adalah obat stimulus unsur pembawa pesan Dopamin, untuk pasien yang mengalami defisit konsentrasi atau ditambah hiperaktifitas. Pada beberapa individu, unsur aktifnya bahkan bisa memiliki efek membahayakan nyawa", katanya menambahkan.

Reaksi Individual

Setiap individu bereaksi berbeda terhadap coffein maupun unsur aktif obat stimulus lainnya. "Artinya efek unsur aktif itu juga amat individual. Seringkali ada pada batasan ampuh secara subyektif dan terbukti secara obyektif peningkatan kinerja", ujar  pakar psikologi Tim Pfeiffer-Gerschel dari Institut Riset Terapi.

Ritalin obat anti hiperaktif kini populer untuk doping otak.
Foto: AP

Mereka yang mengkonsumsi unsur stimulus secara berlebihan, cenderung untuk menilai lebih tinggi kemampuannya. Tapi Pfeiffer-Gerschel juga memperingatkan, setelah merasa bahwa kinerja naik, juga ada saat dimana dirasakan prestasi turun drastis.

Jika kondisi itu terjadi, pengguna juga cenderung menaikan dosisnya, untuk makin meningkatkan kinerja otak. "Ini mejadi salah satu aspek dari beragam faktor untuk menegaskan gejala kecanduan psiksis", kata Pfeiffer-Gerschel.

Penelitian itu juga menunjukkkan, mahasiswa dengan prestasi pas-pasan atau kurang serta orang yang mudah stress, menjadi kelompok risiko tinggi pengguna doping otak. Juga antara doping otak dengan secangkir kopi dan konsumsi obat paten kini nyaris tidak ada batasannya lagi.