1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dolly Tutup

19 Juni 2014

Pemerintah Surabaya secara resmi menutup kawasan prostitusi terbesar Asia Tenggara, di tengan protes para pekerja seks, yang mengatakan mata pencaharian mereka telah dihancurkan.

https://p.dw.com/p/1CLnf
Foto: Getty Images

Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, mengumumkan penutupan kompleks prostitusi ”Dolly” dalam sebuah acara di gedung Islamic Center, yang berjarak sekitar dua kilometer dari kawasan lampu merah tersebut.

Seorang menteri dan gubernur Jawa Timur hadir dalam upacara, di mana sekitar 100 pejabat lokal menandatangani sebuah pernyataan dukungan bagi penutupan kawasan prostitusi terbesar di Asia Tenggara tersebut. Sekitar seribu umat Islam berkumpul di Islamic Centre untuk memberikan dukungan.

Sementara itu, ratusan pekerja seks dan orang-orang yang kehidupannya tergantung pada bisnis seks itu menutup jalan yang menuju kompleks Dolly sebagai protes atas penutupan.

Pemerintah berencana menyediakan sekitar Rp 5 juta kepada setiap pekerja seks untuk memulai kehidupan baru. Diperkirakan ada sekitar 1.500 prostitusi di kawasan lampu merah tersebut.

Para pemrotes menutup wajah mereka dengan kain hitam dan membentangkan slogan-slogan menolak penutupan Dolly sambil beramai-ramai memukuli panci.

“Goreng Risma! Goreng Risma!” teriak mereka, merujuk kepada panggilan Walikota Surabaya Tri Rismaharini, yang memimpin penutupan dan menempatkan isu ini sebagai agenda penting pemerintahannya.

Sebuah deklarasi dibacakan 160 warga yang menyetujui penutupan: ”Untuk mengambil langkah tegas melawan perdagangan manusia, tindakan tidak senonoh dan menggunakan bangunan untuk kegiatan tak bermoral, kami masyarakat wilayah ini… ingin tempat ini menjadi aman dan tertib.”

Tekanan kelompok Islam

Pihak berwenang mengatakan sekitar dua puluhan rumah bordil boleh tetap beroperasi hingga akhir bulan puasa Juli mendatang.

Penutupan ini disambut baik para pimpinan Islam, yang selama bertahun-tahun menekan peemrintah untuk menutup Dolly. Tapi mereka mengancam akan melakukan kekerasan Rabu (18/06) pagi jika rumah-rumah bordil masih dibuka.

Salah seorang tokoh agama Azis Aris menyerukan kepada sekitar 600 anggota Brigade Muslim bahwa mereka harus memastikan pentupan.

“Kita tidak perlu pisau atau tongkat. Kami hanya datang dengan nama Allah dan menegakkan hukum syariah (Islam), yang menjatuhkan hukuman rajam sampai mati,” kata Azis.

Seorang pekerja seks berumur 38 tahun, Yuni, mengatakan kompensasi yang dibayarkan pemerintah tidak akan cukup untuk membiayai makan dan sekolah bagi dua anak laki-lakinya.

“Saya ingin melihat anak-anak saya sukses, dan hanya dengan cara itu mereka akan bahagia. Jadi hangan minta saya berhenti karena saya akan kembali ke jalan yang benar pada saatnya nanti,” kata Yuni, yang telah menjadi pekerja seks selama 15 tahun.

ab/ap (afp,ap,rtr)