1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dilema Penyu Hijau

16 Januari 2014

Penyu laut hijau langka terlihat di banyak tempat dunia, tapi salah satu pulau Indonesia yang berfungsi melindungi mereka saat ini kebanjiran makhluk yang terancam punah itu.

https://p.dw.com/p/1ArhS
Foto: picture-alliance/ dpa

Penelitian terbaru meyakini bahwa makhluk lembut yang langka itu kini sedang bergerombol ke sebuah cagar laut dalam rekor jumlah yang tak pernah tercatat sebelumnya, melahap rumput laut ke titik yang berisiko merusak sumber makanan yang vital bagi kelangsungan hidup mereka.

Makhluk anggun dengan rumah cangkang berbentuk hati itu biasanya hanya mengunyah rumput laut seperti laiknya sapi yang merumput di padang. Tapi bertambahnya populasi telah mendesak mereka ke tingkat frustasi: dengan tak ada lagi daun rumput laut yang tersisa, mereka kini menggaruk tanaman dengan sirip mereka dan menggunakan mulut mereka untuk secara paksa merobek rumput laut dari akar, meninggalkan jejak-jejak di pasir putih dasar laut. Tingkah laku seperti itu belum pernah terlihat terjadi di tempat lain, demikian menurut sebuah temuan yang dipublikasikan pekan lalu di jurnal Proceedings of the Royal Society B.

Mereka sedang ”menciptakan semacam tumpukan lumpur di padang rumput laut atau lamun, di mana mereka telah memakani akarnya, dan itu akan membuat rumput lama butuh waktu sangat lama agar bisa kembali tumbuh,” kata Peter Mumby salah satu penulis laporan yang juga merupakan seorang ahli ekologi kelautan di University of Queensland, Australia.

“Jadi pada dasarnya mereka sedang memakan semua yang ada di dalam rumah.“

Tim peneliti yang dipimpin Marjolijn Christianen dari Radboud University Nijmegen, Belanda sejak 2008 hingga 2011, menemukan bahwa hampir semua penyu perlu dipindahkan dari laut agar lamun bisa kembali tumbuh. Jika mereka tidak dihentikan, padang rumput laut akan bisa hancur dalam 5 atau 10 tahun ke depan, demikian diyakini oleh studi terbaru ini.

Mumby mengatakan bahwa solusi jangka pendek mungkin adalah dengan mencoba memindahkan penyu-penyu itu ke wilayah yang populasinya lebih sedikit, tapi ia menambahkan bahwa isu-isu konservasi yang lebih besar harus dilakukan oleh pemerintah. Pestisida, pupuk dan aliran endapan dari area tambang terdekat dan beroperasinya perkebunan, termasuk semakin berkembang pesatnya industri perkebunan kelapa sawit telah mencekik padang rumput laut di berbagai wilayah di luar cadangan lama yang telah berumur puluhan tahun. Penyu juga berkumpul di kawasan yang dilindungi demi keselamatan karena mereka diburu di luar. Perburuan berat hiu, predator utama bagi penyu, bisa menjadi faktor lain yang berkontribusi pada meningkatnya jumlah penyu hijau.

Banyak penyu yang mencari makan di Derawan tidak bersarang di sana dan datang dari wilayah lain termasuk Malaysia dan Filipina, kata Windia Adnyana, seorang ahli dari Universitas Udayana Bali yang selama bertahun-tahun bekerja dalam isu perlindungan laut.

Dan ketika ada lebih banyak penyu yang datang untu makan, kata dia, jumlah yang bersarang di kepulauan itu terus turun dengan perkiraan sekitar 10.000 penyu kembali ke pantai di mana mereka menetas setiap tahun.

“Itu mengkhawatirkan bagi tempat seperti Derawan,” kata dia. ”Melindungi spesies ini saja tidaklah memadai. Harus ada pertimbangan tentang kapasitas makanan mereka yakni rumput laut.”

Rumput laut adalah bagian penting dari ekosistem, yang menyediakan makanan, tempat perlindungan dan pembiakan bagi berbagai jenis ikan, mamalia dan invertebrata. Mereka juga membantu menjaga kesehatan terumbu karang, mangrove dan rawa-rawa, sambil juga membantu mencegah erosi dan manjaga air tetap bersih dengan menangkap sedimen yang datang dari darat.

Sebuah survei dunia tahun 2011 menemukan bahwa 14 persen dari seluruh spesies rumput laut kini berisiko punah, sebagian besar disebabkan polusi, pembangunan di daerah pantai, penggundulan hutan, sedimentasi, aliran limbah dan pengerukan pantai.

Penyu hijau dikategorikan sebagai makhluk yang terancam punah oleh International Union for Conservation of Nature's Red List of Threatened Species.

ab/ap/hp (rtr,afp,ap)