1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dilema Cina Menghadapi Korea Utara

Anny Boc27 Maret 2013

Diskusi tentang Korea Utara berlangsung secara terbuka di Cina. Satu pihak mengatakan, Cina harus bersikap seperti biasa, pihak yang lain ingin Cina bereaksi lebih tegas lagi.

https://p.dw.com/p/184r5
North Korean leader Kim Jong-Un (L) watches soldiers of the Korean People's Army (KPA), March 25, 2013
Kim Jong-UnFoto: Reuters

Beijing kuatir situasi di Korea Utara makin tidak stabil. “Ujicoba nuklir Korea Utara yang ketiga menjadi alasan kuat bagi Cina, untuk meninjau lagi aliansimya dengan dinasti Kim,” tulis Deng Yuwen di harian berbahasa Inggris ”Financial Times”. Deng Yuwen bukan penulis biasa, ia adalah wakil pemimpin redaksi majalah ”Study Times”. Ini adalah majalah yang diterbitkan oleh Partai Komunis Cina. Deng Yuwen menuntut: ”Cina sebaiknya melepaskan Korea Utara”.

Pandangan seperti ini makin sering terdengar di Cina. Alasannya: Korea Utara Februari lalu kembali melaksanakan uji coba nuklir. Dua bulan sebelumnya, Pyongyang meluncurkan roket Unha-3 yang membawa satelit ke orbit bumi. Beijing, aliansi terpenting bagi Korea Utara, sangat gusar dengan provokasi ini. Kesabaran Cina kelihatannya hampir habis.

Dalam Kongres Nasional Rakyat Cina yang terakhir, beberapa anggota delegasi berdebat tentang politik negara itu menghadapi Korea Utara. Wakil Direktur Kantor Pusat Urusan Luar Negeri, Qiu Yuanping memberitakan, yang jadi perdebatan adalah, apakah Cina perlu terus mendukung Korea Utara, atau sudah saatnya menarik dukungan.

Antara Tradisi dan Strategi Baru

Kalangan politik Cina masih belum sepakat, bagaimana menghadapi Korea Utara. Ada dua kubu yang berhadapan: Kubu tradisional dan kubu yang ingin ada strategi baru. Kubu tradisional masih berpegang pada gambaran yang dipropagandakan oleh pemimpin besar Mao Zedong. Ia mengatakan, Cina dan Korea Utara ”sangat dekat, seperti bibir dan gigi”. Bagi mereka, Amerika Serikat adalah musuh besar Cina di Asia Timur. Pandangan ini terutama dipengaruhi oleh pimpinan militer di Cina. Korea Utara dilihat sebagai negara penyangga penting untuk menghadapi Korea Selatan dan Jepang, mitra Amerika Serikat yagn terpenting di kawasan itu.

Menurut Jia Qinggou, Profesor Ilmu Politik di Universitas Beijing, strategi ini sudah usang. Cina sebaiknya melihat kasus Korea Utara sebagai alasan untuk memperbaiki hubungan dengan Amerika Serikat. Jia Qinggou adalah penganut strategi baru, yang ingin sikap lebih tegas terhadap Korea Utara. Zhang Liangui dari Sekolah Tinggi Partai Komunis di Beijing juga menuntut hal yang sama. Dalam harian Cina ”Global Times” ia menerangkan, terlalu naif untuk pecaya bahwa Korea Utara bisa dibujuk untuk meninggalkan prgram nuklirnya.

Tidak Ada Perubahan Radikal

Menurut para pengamat, tidak akan ada perubahan radikal dalam haluan politik luar negeri Cina. Sebab Cina kuatir, jika rejim Korea Utara runtuh, atau jika Korea Utara dan Selatan bersatu kembali, pasukan Amerika Serikat bisa maju sampai ke perbatasan Cina. Karena itu, menurut Paul Haenle dari Carnegie Endowment for International Peace, provokasi Korea Utara hanya akan membuahkan persaingan senjata di kawasan itu. ”Jepang dan Korea Selatan akan meninjau kembali strategi keamanan mereka”, katanya.

Stephanie Kleine-Ahlbrandt dari International Crisis Group mengatakan kepada Deutsche Welle, bagi pemerintah Cina yang menjadi prioritas adalah stabilitas. ”Beijing kuatir terjadi konfrontasi militer antara Korea Utara dan Amerika Serikat”. Menurut Kleine-Ahlbrandt, di bawah Presiden Xi Jinping, tidak akan ada perubahan radikal. Tapi Beijing akan bertindak lebih tegas lagi.