1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Deradikalisasi Pendukung Salafi Belum Berhasil

Ulrike Hummel11 Desember 2012

Banyak remaja Eropa terjerumus dalam kelompok ekstrim. Kelompok radikal Salafi punya program kreatif untuk membujuk anak muda tanpa orientasi. Upaya deradikalisasi seringkali gagal

https://p.dw.com/p/16zuH
Foto: picture-alliance/dpa

Mahasiswa informatik Muhammad Manwar Ali lahir di Bangladesh dan kemudian tinggal di Inggris. Ia terbujuk untuk ikut kelompok ekstrim Inggris yang menamakan dirinya Islamic Society. Ia kemudian ikut dalam kamp pelatihan di Afghanistan dan bergerilya di beberapa tempat. Sekarang, Muhammad Anwar Ali insyaf dan berusaha membangun saling pengertian antara kelompok muslim dan non-muslim. Ia menjadi mitra bicara bagi berbagai lembaga pendidikan dan kepolisian. Ia memperingatkan indoktrinasi berbahaya yang dilakukan kelompok Salafi.

Manwar Ali harus melalui jalan panjang sampai ia berubah pikiran. ”Setelah beberapa lama, kami akhirnya melihat apa yang sebenarnya terjadi. Ada korupsi di dalam gerakan jihadis. Ada cara dan metode, bagaimana kami dimanipulasi secara politis.” Manwar Ali sadar, ia harus melihat Islam dengan pandangan yang lebih terbuka. ”Saya akhirnya mengerti, ada bentuk interpretasi yang lain. Interpretasi teks tergantung dari konteksnya.”

Salafisten in Deutschland Islam Islamismus
Foto: dapd

Pop Jihad Sebagai Budaya Remaja

Pendukung salafisme, sebuah aliran ultrakonservatif dalam Islam, membaca dan memahami Qur'an kata per kata. Mereka mengklaim melakukan ”satu-satunya Islam yang benar”. Mereka berusaha hidup seperti di masa kehidupan Nabi Muhammad. Tapi gerakan salafisme sendiri adalah gerakan yang heterogen. Ada pengikut salafi yang mempraktekkan keyakinannya hanya dalam kehidupan pribadi. Kelompok salafi yang politis juga terdiri dari dua grup berbeda. Yang satu setuju aksi kekerasan, yang lain menolaknya. Hanya sedikit pendukung salafi yang benar-benar siap melakukan kekerasan.

Deutschland Köln Islamischer Friedenskongress Salafisten
Foto: DW/Müller

Bagi pengamat Islam, Claudia Dantschke, potensi bahaya untuk kaum remaja yang labil muncul dari kelompok salafi generasi ketiga yang kreatif dan memperlakukan jihad seperti trend pop. Salah satunya adalah Pierre Vogel, warga Jerman yang masuk Islam. Ia dulu populer sebagai pembicara.

Sekarang, popularitas Vogel mulai turun. ”Para remaja yang sedikit melakukan refleksi sekarang menganggap Vogel seorang yang lucu.” Tapi remaja yang lain masih bisa dipengaruhi oleh ideologi ini dan oleh orang-orang salafi kreatif dari generasi ketiga. Antara lain rapper Asadulla. ”Dia membuat serial komik ”Supermuslim” yang cocok dengan gaya anak muda,” kata Claudia Gantschke. Di Internet ada situs yang menampilkan gambar-gambar grafis mempropagandakan ajaran salafi. Slogan-slogannya seperti dalam iklan.

Claudia Dantschke ZDK Gesellschaft Demokratische Kultur Berlin
Claudia DantschkeFoto: AYPA

Program deradikalisasi tidak berfungsi

Pop Jihad baru saja muncul sebagai budaya muda. Dalam penyebarannya, internet memainkan peran penting. Selain itu, ada rangkaian acara yang dilaksanakan di seluruh Jerman. ”Tokoh salafi seperti warga Turki Mohammed Ciftici punya pengaruh besar, kalau menjelaskan apa itu Islam kepada anak muda”, kata peneliti Islam Götz Nordbruch.

Jika anak muda sempat masuk ke kalangan radikal ini, orang tua dan guru biasanya kewalahan. Sejak tahun 2010 dilaksanakan program deradikalisasi, tapi program-program ini kurang berhasil. Misalnya ada inisiatif HATIF, yang menawarkan informasi untuk keluar dari fanatisme dan terorisme. ”Tapi tidak ada yang menelpon ke sini, karena berada di bawah lembaga perlindungan konstitusi. Ini tempat yang salah,” kata Claudia Dantschke. Lembaga perlindungan konstitusi, Verfassungschutz, mengakui bahwa sambutan atas program ini tidak besar. Namun ada juga program alternatif.

Psikolog Ahmad Mansour menunjuk pada proyek di Berlin bernama „Zentrum für Demokratische Kultur“ (Pusat Budaya Demokrasi). Di tempat ini para tenaga profesional mencoba membantu keluarga untuk berhubungan dan membujuk para remaja yang menjadi radikal untuk kembali.

Diplom-Psychologe Ahmad Mansour
Psikolog Ahmad MansourFoto: privat

Tapi memang belum ada program pencegahan yang luas. „Kita perlu konsep yang lengkap, yang tidak berada di bawah lembaga aparat keamanan, melainkan berada di tengah masyarakat.” Di sekolah-sekolah dan mesjid, para remaja perlu didekati dan mendapat bantuan untuk keluar dari radikalisme.

Sedikit Program Untuk Tahanan

Di penjara-penjara masih terlalu sedikit program deradikalisasi. Dalam rangka model-model kecil yang jadi fokus adalah program training anti kekerasan. Sasarannya adalah para tahanan jihadis. ”Tapi masih belum ada kesadaran, bahwa penjara sebenarnya bisa menjadi tempat yang sangat penting untuk melaksanakan proyek-proyek secara profesional”, ujar Claudia Dantschke. ”Masa berada dalam tahanan harus digunakan sebaik mungkin, agar anak-anak muda ini bisa berubah pikiran. Jadi mereka tidak keluar penjara dengan ideologi radikal yang semakin kuat dan menjadi martir di kalangannya.”

Di Inggris memang ada program deradikalisasi dalam bentuk pembicaraan pribadi dengan tahanan di penjara, tutur Muhammed Anwar Ali. Tapi masih tidak jelas apa dampaknya. Pembicaraan itu dilakukan atas dasar sukarela dan bisa dihentikan setiap saat. Menurut Anwar Ali, masyarakat dan pemerintah harus bekerja sama, agar kaum muda tidak menjadi korban para penyebar radikalisme.