1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Debat Calon Presiden Terakhir 2009

3 Juli 2009

Berkali-kali serangan ditujukan pada Susilo Bambang Yudhoyono dalam debat terakhir calon presiden 2009, yang membahas mengenai kesatuan negara, demokrasi dan otonomi daerah.

https://p.dw.com/p/IfwX
Para Capres Indonesia 2009, Megawati Sukarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf KallaFoto: AP

Debat calon presiden yang diawali oleh penyampaian visi oleh Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono menghangat tatkala panelis ketiga, Jusuf Kalla mendapat giliran menyampaikan visinya. Ia langsung melancarkan serangan terhadap SBY mengenai iklan seruan pemilu satu putaran, sekaligus menanggapi pernyataan SBY mengenai terlalu mahalnya biaya pemilihan kepala daerah.

Kalla menandaskan, "Maaf Pak SBY, iklan bapak, agar pilpres satu putaran dengan alasan biayanya 4 trilyun rupiah, itu artinya demokrasi dengan pandangan uang. Demokrasi itu harus dengan dasar, program dan ketokohan, bukan dengan uang. Tentang penghematan, sejak tahun 2008 saya sudah minta dan mengundang KPU ke kantor saya dan mengatakan biaya pemilu 45 trilyun itu terlalu mahal, maka kami hanya mau 20 trilyun, begitu kanpak ya…Saya khawatir kalau hal itu dibiarkan maka pemilu 2014..lanjutkan terus tanpa pilpres... Karena menghemat 25 trilyun.“

SBY baru dapat menangkis dalam kesempatan babak-babak berikutnya. Ia berdalih, iklan-iklan yang dimaksud bukanlah iklan resmi SBY, seraya menghantam pernyataan Kalla yang ditudingnya bertentangan, "Dan Bapak Jusuf mengatakan di satu sisi kita harus hemat, di sisi lain, uang tak jadi masalah, itu agak membingungkan saya. Mana yang kita pegang?“

Pada bagian lain, Megawati mengecam pernyataan SBY bahwa pemerintahnya telah menjaga garis perbatasan lewat teknologi informasi. Megawati merespon bahwa teknologi saja tak cukup untuk memantau perbatasan. Melainkan dengan pertahanan dan keamanan yang langsung disiagakan di perbatasan.

Sentilan berikutnya dilancarkan Jusuf Kalla. Ia menuduh kubu SBY-Bodhiono memunculkan sikap rasis. Ini terkait pandangan seorang anggota tim sukses SBY-Boediono, Andi Malarangeng yang dalam sebuah kampanye di Sulawesi Selatan menyatakan bahwa putra Bugis pantas memimpin bangsa, namun sekarang ada yang lebih pantas.

Adapun Megawati Soekarnoputeri yang beberapa kali melampaui batas waktu yang ditetapkan, lebih banyak bicara hal-hal yang abstrak dan normatif, "UU dasar kita diamandemen empat kali, apakah hal ini sudah dilaksanakan dengan baik? Jadi kita betul-betul harus mengikuti yang namanya kebangsaan Indonesia ini.“

Salah satu topik penting yang tak banyak dibahas para calon presiden adalah banyaknya peraturan-peraturan daerah yang berbau syariah. Yang akibatnya menimbulkan sikap serupa di daerah-daerah mayoritas agama lain untuk membuat peraturan daerah berdasar agama mayoritas setempat. Gejala ini dipandang tak sesuai dengan prinsip kebragama atau bhineka tunggal ika yang menjadi pilar berdirinya Indonesia.

Ini disesalkan pengamat masalah hak asasi manusia Todung Mulya Lubis,"Soal perda memang tidak dijawab dengan tegas ya baik oleh Jusuf Kalla maupun Megawati. Memang SBY menyebut beberapa aturan perda, namun itu pun tidak cukup untuk publik untuk dapat mengetahui sikap mereka.“

Betapapun, beberapa pengamat memandang debat capres terakhir ini lebih baik dari 2 debat sebelumnya. Karena lebih memunculkan pertentangan dan saling kritik antar calon. Sesuatu yang tak muncul dalam debat-debat sebelumnya.

Ayu Purwaningsih
Editor: Ging Ginanjar