1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

"Dari Kapal ke Tengah Bencana"

Esther Felden11 November 2013

Kendati infrastruktur yang rusak organisasi bantuan berusaha menolong korban seadanya. Aktivis CARE, Sandra Bulling bercerita kepada DW soal perjalanannya menuju kawasan bencana di Filipina.

https://p.dw.com/p/1AFLp
Foto: Reuters/Erik De Castro

Badai "Haiyan" yang mengamuk di Filipina, Jumat (8/11) kemarin menyisakan kehancuran dalam skala besar - jembatan, jalan, bandar udara dan pelabuhan nyaris tidak bisa digunakan lagi. Kondisi di kawasan bencana mempersulit upaya penyelamatan. Sandra Bulling, salah seorang anggota tim bantuan dari CARE saat diwawancara tengah berada dalam perjalanan panjang menuju kota Tacloban. Kepada DW ia menceritakan situasi di lokasi bencana.

Deutsche Welle: Bagaimana situasinya saat ini di sana?

Sandra Bulling: Kami, hari Senin (11/11) tiba di kota Ormoc di selatan pulau Leyte. Dari kapal kami langsung tiba di lokasi bencana. Pelabuhan hancur, di kanan dan kiri jalan kami melihat reruntuhan rumah, atap bergantungan seperti tisu di atas pipa-pipa air. Kami menyaksikan kedahsyatan badai yang menghantam pulau ini. Tapi di sisi lain situasinya sangat dinamis. Kota ini penuh manusia yang mengantri di depan stasiun bahan bakar, apotek atau pusat perbelanjaan.

Seberapa sulit peralanan anda menuju lokasi bencana?

Kami terbang dari Manila ke pulau Cebu dan dari sana menumpang kapal feri ke pulau Leyte. Sampai situ perjalanan berlangsung lancar. Masalahnya saat ini adalah berjalan menuju kota Tacloban. Kami menghabiskan setengah hari mengantri di stasiun bahan bakar. Kami juga harus belanja bahan pangan karena kami tidak tahu bagaiamana bisa sampai ke Tacloban dan seperti apa situasinya di sana. Kemungkinan besar kami harus menginap di dalam mobil. Masalah yang sama dihadapi oleh semua organisasi bantuan. Tidak ada yang tahu apakah jalanan sudah dibersihkan. Dari apa yang kami dengar, masih terdapat kota-kota di luar Tacloban yang terisolir dari dunia luar dan berada dalam situasi yang sama buruknya..

Sandra Bulling
Sandra BullingFoto: CARE

Media-media melaporkan aksi penjarahan, juga bahwa kepanikan mulai mewabah di antara pengungsi yang dengan cepat berubah menjadi tindak kekerasan, lantaran penduduk kelaparan. Berapa lama hingga pertolongan mencapai korban yang selamat?

Pagi ini di Ormoc kami berbicara dengan wakil gubernur. Ia bercerita masyarakat ikut membagi-bagikan bahan pangan yang tersisa di toko-toko mereka dan di rumah sendiri. Tapi gubernur juga sudah mengatakan, selambatnya hari senin mereka sudah kehabisan bahan pangan. Mereka berharap besok atau lusa bantuan sudah datang. Faktanya mereka membagikan apapun yang tersisa, tapi jumlahnya tidak cukup.

Apa yang paling dibutuhkan korban saat ini?

Kebutuhan mendesak saat ini adalah layanan medis dan air bersih. Contohnya di Ormoc semua jaringan air dan sumur rusak akibat badai. Saat ini penduduk mengambil air dari pipa-pipa yang rusak. Saya baru saja melihat penduduk mengantri untuk mengambil air dari pipa yang sudah bocor. Jadi penyediaan air bersih mendapat prioritas terbesar. Atau juga langkah-langkah higienis menyusul ancaman wabah penyakit. Saya mendengar semakin banyak pasien di rumah sakit lantaran minimnya air bersih atau karena mereka harus tidur di luar. Prioritas ketiga adalah bahan pangan. Penduduk membutuhkan makanan. Mereka saat ini kebingungan dan berusaha mencari makanan untuk keluarganya.

Jumlah korban diyakini akan terus meningkat. Saat ini jumlah korban tewas diperkirakan sebesar 10.000 orang. Apakah menurut anda angka ini akan melonjak dalam waktu dekat?

Mungkin saja. Tapi saya tidak bisa membuat perkiraan apapun karena jaringan komunikasi belum sepenuhnya pulih. Kemarin malam saya mendapatkan informasi terakhir. Memang dalam bencana sebesar ini angka korban selalu meningkat karena sebagian desa masih terisolir dari dunia luar. Akan membutuhkan waktu berhari-hari hingga kita semua bisa mendapat gambaran utuh.