1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bukti Paleontologi Naik Drastisnya Muka Air Laut

4 Maret 2008

Pemanasan global yang mencairkan lapisan es abadi di kawasan kutub, diketahui akan berdampak pada naiknya muka air laut. Namun sejauh ini laju kenaikannya belum dapat dihitung secara akurat.

https://p.dw.com/p/DHrX
Sejumlah pulau kecil di kepulauan Cook mulai tenggelam akibat mencairnya lapisan es abadi di kutub.Foto: picture-alliance/ dpa

Dalam siklus zaman es dan zaman yang lebih hangat yang datang silih berganti, bumi telah berulangkali mengalami fase turun dan naiknya muka air laut. Sejarah geologi menunjukkan, kenaikan muka air laut akibat mencairnya lapisan es di kutub dapat berlangsung dalam tempo amat cepat. Indikasinya ditemukan oleh guru besar mikro-paleontologi di Universitas Tübingen Jerman Profesor Michael Kucera. Penelitian fosil mikro-organisme pada sedimen berusia ratusan ribu tahun, menunjukkan zaman dimana terjadi kenaikan muka air laut lebih dari enam meter.

Para peneliti mikro-paleontologi melakukan pemboran lapisan sedimen bumi untuk membaca sejarah geologi selama beberapa juta tahun terakhir. Inti bor yang terdiri dari struktur lapisan sedimen selama berjuta-juta tahun itu, dapat dibaca seperti lingkaran pertumbuhan pada batang pohon.

Pakar mikro-paleontologi dari Universitas Tübingen Prof. Michael Kucera menjelaskan: “Kita dapat menggambarkan pembentukan lapisan sedimen seperti pertumbuhan pohon. Seiring dengan waktu, lapisan baru akan terbentuk di atas lapisan sedimen lama. Dari inti bor, kita ibaratnya membaca sebuah buku secara terbalik dari belakang ke depan, dari fosil mikro apa yang dapat kita temukan di masa lalu tersebut.“

Banyak mikro organisme di zaman purba yang sangat mirip dengan mikro organisma modern. Dengan begitu para pakar dapat melakukan penelitian, bagaimana kondisi mikro organisme ini semasa hidupnya? Unsur apa yang tertimbun dalam tubuh mikro organisme tersebut? Habitat seperti apa yang mereka perlukan?

Pakar mikro-paleontologi Jerman, Profesor Michael Kucera memberikan analoginya dengan penelitian flora dan fauna modern. Misalnya saja para peneliti melakukan ekspedisinya untuk meneliti jenis apa yang hidup di kawasan tropis atau di kawasan laut dingin. Mereka juga meneliti, bagaimana proses terbentuknya cangkang binatang ini? Unsur kimia apa yang tersedimentasi atau terurai? Bagaimana kaitan antara komposisi kimia dengan suhu permukaan air bagi kehidupan mikro organisme tersebut? Dari berbagai data yang dihimpun, para ilmuwan dapat memperkirakan, bagaimana kondisi kehidupan beberapa ratus ribu tahun yang lalu.


Karena pada prinsipnya mikro-organisme nyaris tidak mengalami perubahan selama ribuan tahun. Atau dapat menunjukkan habitatnya, jika menemukan mikro-organisme tertentu yang bercangkang kapuran, dipastikan habitatnya di masa lalu adalah kawasan laut. Profesor Kucera menjelaskan lebih lanjut: “Dari data tersebut kita mengetahui, bahwa pada fase iklim yang lebih hangat sekitar 125 ribu tahun lalu, muka air laut di bumi sekitar enam meter lebih tinggi dari muka air laut saat ini. Kami mengetahuinya dari fosil terumbu karang yang dengan gampang dapat dilihat berada pada lapisan enam meter di atas permukaan laut saat ini. Artinya jelas, muka air laut di zaman itu harusnya enam meter lebih tinggi.“

Klimawandel-Grafik
Model iklim berdasarkan laju pemanasan global


Dari penelitian itu juga ditemukan, suhu rata-rata di zaman itu antara tiga sampai lima derajat Celsius lebih hangat dibanding suhu rata-rata saat ini. Artinya, pemanasan global dengan laju seperti saat ini merupakan ancaman bagi banyak kawasan pantai dari serangan gelombang pasang tinggi. Terutama kota-kota besar di kawasan pantai yang berpenduduk jutaan orang, seperti New York yang sekarang saja jaringan kereta bawah tanahnya semakin sering terendam air pasang.

Bagaimana caranya tim peneliti internasional yang dipimpin pakar mikro-paleontologi dari Universitas Tübingen Profesor Michael Kucera membuktikan kemungkinan naik drastisnya muka air laut tersebut? Dalam hal ini inti bor dari kawasan Laut Tengah, jazirah Arab serta kawasan Laut Merah memainkan peranan amat menentukan. Di kawasan Laut Merah misalnya, kadar garamnya jauh lebih tinggi dari normal, karena itu fosil dari kawasan tersebut kualitasnya amat bagus.

Selain itu kawasan Laut Merah memiliki keunggulan lainnya, seperti diungkapkan Profesor Kucera : “Laut Merah hanya memiliki kaitan amat kecil dengan samudra global. Dan kaitannya hanya melalui selat Bab el Mandib di selatan. Selebihnya Laut Merah benar-benar terisolasi. Tidak ada sungai yang bermuara di sana dan nyaris tidak pernah turun hujan, karena di sekitarnya adalah gurun. Artinya, hubungan satu-satunya ini membuat Laut Merah amat peka terhadap perubahan ketinggian muka air laut.“

Tingginya kadar garam di Laut Merah terjadi akibat kecilnya volume air dari luar yang masuk ke kawasan tersebut, sementara penguapan terus menerus terjadi. Jika muka air laut global mengalami kenaikan, maka air laut dengan kadar garam lebih rendah akan masuk ke Laut Merah. Peristiwa itu dapat dilihat dari fosil yang dibor dari sedimen di kawasan tersebut.

Dengan meneliti inti bor dari kawasan penelitian di Laut Merah yang kondisinya ideal, Profesor Kucera mengatakan ibaratnya mereka melacak sejarah masa lalu bumi dari kandungan fosil mikro serta isotop unsur oksigennya. Profesor Kucera menjelaskan: “Kami ibaratnya membaca buku sejarah Laut Merah dengan bantuan fosil mikro, lembar demi lembar terus mundur ke belakang. Dan kami memiliki model dari masa lalu, yang dapat meramalkan seberapa tinggi kenaikan muka air laut. Caranya dengan mengukur isotop oksigen, yang terkandung pada fosil Foraminifera. Kami dapat mengatakan kenaikan muka air laut rata-rata 1,6 meter per seratus tahun, dan ini merupakan perkiraan yang konservatif".

Konservatif dalam hal ini adalah taksiran amat berhati-hati. Karena muka air laut sebetulnya dapat naik lebih cepat lagi. Kecepatan naiknya muka air laut berdasarkan pengukuran saat ini, terbukti dua kali lipat dari kecepatan rata-rata kenaikan muka air laut beberapa ratus tahun lalu. Akan tetapi para peneliti iklim sejauh ini belum mendapat angka yang akurat, berapa kecepatan pelumeran lapisan es abadi di kawasan kutub dan di pegunungan tinggi.

Arktis Eisbedeckung am Norpol geht zurück Eisschmelze Grönland
Lapisan es abadi di Greenland terus menipisFoto: AP

Walaupun begitu, kini dapat diamati di kawasan Greenland terjadi laju pelumeran lapisan es yang lebih cepat dibanding perkiraan dari model iklim yang dibuat para pakar beberapa tahun lalu. Ancaman terus naik drastisnya muka air laut tidak dapat dihentikan, juga jika pemanasan global dapat ditahan pada rata-rata dua derajat Celsius.

Jika berbagai usaha untuk mencegah melumernya seluruh lapisan es abadi di bumi tidak berhasil, muncul skenario horror dari zaman musnahnya dinosaurus sekitar 100 juta tahun lalu. Di zaman itu muka air laut sekitar 70 meter lebih tinggi dibanding muka air laut saat ini. Dan yang belum diketahui, seberapa cepat laju kenaikannya di zaman 100 juta tahun lalu tersebut.(as)