1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bisnis Ilegal Gading Gajah Marak di Asia

3 November 2011

Menurut laporan organisasi pelindung hewan IFAW, tahun 2010 terjadi penyitaan terbesar sejak dikeluarkannya larangan penjualan gading gajah tahun 1989. Para pakar khawatir tahun 2011, rekor tahun lalu akan terlampaui.

https://p.dw.com/p/134ie
03.05.2010 DW-TV GLOBAL 3000 elfenbein 2
Foto: DW-TV

Akhir Oktober lalu di Vietnam, seorang penyelundup gading gajah diringkus ketika mencoba menyelundupkan satu ton gading gajah ke Cina. Cina dan Jepang adalah pengekspor terbesar gading gajah sedunia, walaupun sebagian besar volumenya mengalir ke Cina. Demikian dijelaskan Peter Pueschel dari organisasi pelindung lingkungan IFAW.

Gading gajah di kedua negara itu adalah simbol status yang bergengsi. Di Jepang gading gajah terutama dipakai untuk memproduksi Hankos, yakni segel tradisional yang dipakai sebagai tanda tangan perjanjian. Sementara pengusaha menengah Cina menampilkan kepercayaan diri dan meningkatnya kekuatan finansial, dengan memajang ukiran gading gajah atau bahkan gading gajah yang utuh. Suvenir berharga itu seakan hendak menunjukkan seberapa jauh kesuksesan seseorang.

Perjanjian perlindungan keragaman hayati CITES yang sejak tahun 1989 melarang perdagangan gading gajah juga tidak banyak mengubah situasi. Ditambah lagi adanya peraturan pengecualian yang dikeluarkan atas permintaan Zimbabwe, Botswana, Namibia dan Afrika Selatan. Negara-negara itu mengijinkan penjualan legal gading gajah yang disimpan di gudang dengan syarat ketat.

Tapi pada prakteknya sulit membedakan gading gajah legal dari yang ilegal. Disimpulkan Peter Pueschel dari IFAW. Peraturan pengecualian adalah salah satu masalah terbesar yang kami miliki, karena itu memudahkan para pelaku kriminal menyelundupkan gading gajah ilegal ke penjual legal di pasar.

Thai custom officials display 880 pounds of ivory allegedly trying to smuggle into Thailand at a custom office in Bangkok, May 21, 2002. The ivory will be cut to small pieces and sent to carving shops in Nakhon Sawan province and turned them to the trinkets. These trinkets, commonly seen in over 200 souvenir shops at tourist spots nationwide, are mostly made of African ivory. Legal loopholes and outdated laws have left forestry officials toothless to take legal action against traders. (AP Photo/Sakchai Lalit)
Gading gajahFoto: AP

Sementara pakar keragaman hayati organisasi lingkungan WWF, Volker Homes berpendapat berbeda menyikapi peraturan pengecualian tersebut. Di saat gajah-gajah di Afrika Barat dan Afrika Tengah terancam punah, di Zimbabwe, Botswana, Namibia dan Afrika Selatan populasi gajah tetap stabil. Di Botswana bahkan timbul masalah persaingan antara jumlah penduduk yang meningkat dengan populasi gajah yang berebut lahan. Di negara-negara itu ada keinginan legitim untuk memanfaatkan sumber daya negaranya sendiri.

Menurut pakar WWF, Volker Homes masalah intinya bukan dalam pemberian ijin pengecualian, yang hanya sebagian kecil dari perdagangan gading gajah ilegal. Masalah besarnya adalah bisnis gelap dan ilegal di negara-negara seperti Kongo, Mesir, Sudan dan Nigeria, yang semakin banyak memenuhi permintaan yang terus meningkat di Asia Timur terutama melalui pemasok di Thailand.

Rodion Ebbighausen/Dyan Kostermans

Editor: Agus Setiawan