Bertani daripada Menganggur
Setelah kesulitan mendapat pekerjaan kerah putih, semakin banyak generasi muda Kenya yang berpendidikan memilih bertani. Mereka melawan tren muda-mudi di Afrika yang menolak hidup di desa dan memilih pindah ke perkotaan.
Berpindah Karier
Francis Kimani yang berusia 30 tahun (kanan) lulus perguruan tinggi untuk menjadi seorang guru sejarah, namun gagal mendapat pekerjaan. Kini ia mengelola peternakan yang dihuni ratusan sapi, kambing dan domba.
Pemasukan Lebih sebagai Petani
Dari menjual daging dan kulit hewan ternak, pemasukan Francis Kimani mencapai 1.500 Euro per bulan. Jumlah ini jauh lebih banyak ketimbang pendapatannya apabila menjadi guru. Kekeringan yang menewaskan 18 hewan ternaknya mendorong Kimani untuk menanam pakan di sebuah lahan kecil teririgasi di wilayah peternakan, sehingga ia tak perlu khawatir saat musim kering berikutnya.
Melebarkan Sayap
Mary Gitau (30) juga kesulitan mencari kerja kerah putih. Ia membuka peternakan kecil sendiri sekitar 20 kilometer di luar Nairobi. Di peternakannya Gitau menanam tanaman seperti paprika, dan memelihara babi serta ayam. Ia juga bertani tomat ceri dan stroberi, serta beternak kelinci: produk-produk baru di Kenya yang semakin populer di kalangan kelas menengah.
Teknik-teknik Modern
Di sebuah rumah kaca di Kenya, petani muda Daniel Kimani memanfaatkan sistem akuaponik, di mana ikan dan tanaman stroberi tumbuh kembang berdampingan secara simbiosis. Kimani memperkirakan metode inovatif semacam ini akan berperan penting dalam produksi pangan Afrika di masa depan, karena mengatasi masalah seperti kekurangan air dan degradasi lahan.
Menggunakan Jejaring Sosial
Jejaring sosial menjadi bagian dari proses. Tidak hanya menyediakan tips bagi para petani pemula, namun juga menjadi platform penjualan. Mereka mengunggah foto buah-buahan dan sayur-mayur hasil panen ke Facebook atau melalui situs Mkulima Young, sebuah laman yang membantu petani muda berkomunikasi di dunia maya. Para konsumen pun kini bisa berkomunikasi langsung dengan petani.
Ide Baru yang Berani
Tahun 2013, Joseph Macharia yang berusia 35 tahun mendirikan Mkulima Young untuk membantu petani muda. Kini sudah ada lebih dari 25.000 pengikut. Setiap hari ratusan pertanyaan dilayangkan seperti "Ada yang menjual angsa di sekitar Nairobi?" atau "Saya punya 10 sarang lebih tapi baru tiga yang terkolonisasi. Saya salah di mana?"
Perubahan Zaman
Pertanian menyumbang hampir 25 persen produk domestik bruto Kenya. Namun hingga kini diperkirakan baru beberapa ribu petani yang mencoba pendekatan modern. Petani startup Daniel Kimani tetap optimis. Ia memandang generasi muda Kenya tak lagi hanya fokus pada pekerjaan kerah putih. "Tak mungkin semuanya menjadi pengacara. Tapi mungkin ramai-ramai bertani," debatnya.
Generasi Masa Depan
Cara berpikir petani baru sangat berbeda dari petani tradisional, kata pendiri Mkulima Young, Joseph Macharia. "Mereka dapat mengakses informasi dengan cepat melalui ponsel dan mereka tertarik dengan pertanian intensif karena lahan sudah sulit didapat," catat Macharia. Bertani bukan lagi hanya cara menafkahi keluarga, tapi sudah menjadi bisnis, ucapnya.