1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Berpacu Dengan Waktu Selamatkan Pemilihan Langsung

30 September 2014

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan segera meninggalkan jabatannya mencoba membatalkan undang-undang yang menghapus pemilihan langsung kepala daerah.

https://p.dw.com/p/1DNRM
Foto: picture-alliance/dpa

Dipuji secara luas karena mengembangkan demokrasi selama 10 tahun masa jabatannya, warisan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ternoda oleh rangkaian skandal suap orang-orang dekatnya, dan kini ia dihantam kembali, setelah partainya gagal mencegah lolosnya undang-undang yang menghapus sistem pemilihan langsung kepala daerah di parlemen.

Harga saham tertekan dan mata uang rupiah jatuh ke level terendah dalam tujuh bulan terakhir menyusul langkah parlemen, yang oleh presiden terpilih Joko Widodo dikritik sebagai sebuah kemunduran besar bagi demokrasi.

Yudhoyono akan menyerahkan kekuasaan pada 20 Oktober mendatang.

“Kami akan berusaha menyelamatkan pemilihan kepala daerah langsung dan ada rencana B yang akan kami tuntaskan hari ini. Kepentingan kami hanyalah bahwa demokrasi kita tetap berada di tangan rakyat,“ kata Yudhoyono kepada para wartawan setelah mendarat di Jakarta setelah sekitar dua pekan menggelar perjalanan panjang dari Portugal, Amerika Serikat dan Jepang.

Indonesia memberlakukan sistem pemilihan langsung kepala daerah pada 2005, memungkinkan munculnya generasi politik baru yang tidak terkait dengan para elit politik, dengan Jokowi sebagai contoh terbaik.

Namun, pemilihan kepala daerah di negara ekonomi terbesar Asia Tenggara dan negara demokrasi ketiga terbesar dunia itu juga memakan biaya mahal, dan dalam banyak kasus, korup.

Sebelum melakukan perjalanan ke luar negeri, Yudhoyono bicara tentang dukungannya untuk mempertahakan pemilihan umum kepada daerah secara langsung dan saat itu undang-undang tersebut kelihatannya bakal ditolak.

Namun, UU itu bisa lolos setelah Partai Demokrat yang berkuasa dan dipimpin Yudhoyono memutuskan tidak ikut pemilihan dan memilih walk out sebagai bentuk protes karena tuntutan mereka untuk mengamandemen undang-undang tersebut tidak diterima.

Yudhoyono mengatakan bahwa ia diberitahu oleh pimpinan Mahkamah Konstitusi bahwa ia tidak punya wewenang untuk membatalkan undang-undang, yang akan menjadi hukum dalam waktu 30 sampai 60 hari dengan atau tanpa persetujuan presiden.

Partai Demokrat yang dipimpin Yudhoyono, bersama organisasi non pemerintah, diperkirakan bakal mengajukan gugatan hukum untuk membatalkan undang-undang tersebut.

“Presiden akan melalui cara lain dalam kerangka konstitusional untuk menemukan cara terbaik,” kata juru bicara presiden Julian Pasha kepada para wartawan.

Sejumlah protes disampaikan masyarakat, beberapa lewat demonstrasi jalanan, serta di media sosial. Hashtags #ShameOnYouSBY dan #ShamedByYouAgainSBY sempat menjadi trending topic dunia.

“(Yudhoyono) akan dikenal bukan sebagai seorang reformis atau demokrat tapi orang yang mengecewakan rakyat Indonesia,“ kata Robert Endi Jaweng, direktur eksekutif Otonomi Daerah Watch.

ab/hp (afp,ap,rtr)