1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bayangan di Balik Gemerlap Piala Dunia 2010

21 Mei 2010

Menjelang Piala Dunia Sepakbola 2010, Afrika Selatan tidak hanya sibuk dengan persiapan penyelenggaraan tapi juga antisipasi meningkatnya kasus penculikan dan prostitusi secara paksa.

https://p.dw.com/p/NU0L
Bongiwe Mthethwa dari Kelompok Warga Muda Afrika Selatan yang Prihatin (CYPSA), di DurbanFoto: DW

Tanggal 11 Juni sampai 11 Juli mendatang, pandangan dan pusat perhatian dunia akan tertuju ke Afrika Selatan Tapi tidak hanya pihak yang berkaitan dengan sepak bola, pariwisata atau media yang mempersiapkan diri untuk acara Piala Dunia Sepak Bola FIFA 2010. Ancaman meningkatnya prostitusi dan tindakan penculikan juga diantisipasi di Afrika Selatan.

Cegah Perdagangan Manusia

Sekitar 15 murid pada pagi itu berkumpul di ruang pertemuan yang kecil. Sebagian besar peserta workshop yang kali itu digelar di Durban adalah perempuan. Dan memang itulah target sasaran Bongiwe Mthethwa, pimpinan CYPSA. Kelompok warga muda Afrika Selatan yang dekat dengan gereja itu sejak beberapa bulan melakukan perjalanan di Afrika Selatan. Hampir 1000 ceramah sudah dilakukan Bongiwe dan rekan-rekannya, terutama di sekolah-sekolah. Dan tema yang selalu menjadi bahasan adalah bagaimana dapat melindungi diri dari para penjebak manusia?

"Hati-hati jika kalian ditawari minuman, itu dapat mengandung obat bius.“ Diperingatkan Bingowe dengan memberi contoh kejadian dalam ceramahnya kepada para remaja.

Kasus-kasus pertama penculikan sudah dipublikasikan. Dengan kamera foto para pedagang manusia dengan terarah mengincar perempuan-perempuan muda untuk menghibur para pengunjung Piala Dunia. Demikian dikatakan Bongiwe

Jika kelompok CYPSA menyelenggarakan seminar, Mandisa duduk di deret terdepan. Perempuan berusia 24 tahun itu telah mengalami apa yang berusaha dicegah terjadi pada anak-anak perempuan lainnya. Mandisa diculik dari jalan oleh seorang pria, dibawa ke sebuah rumah dan dipaksa untuk menjadi pelacur.

Mandisa beruntung dalam ketidakberuntungan dan bisa meloloskan diri. Tapi jika berdasarkan prediksi badan berwenang Afrika Selatan, pada musim Piala Dunia tahun ini akan muncul banyak Mandisa lainnya. 40 ribu prostitusi tambahan akan muncul. Banyak diantaranya bukan atas kemauannya sendiri. Demikian dijelaskan polisi.

Legalisasi Pelacuran

Organisasi pelobi wanita tuna susila, antara lain SWEAT di Capetown memandang angka tersebut terlalu berlebihan. Seperti halnya Durban, Capetown adalah kota pelabuhan dan dengan demikian menjadi pusat industri seks Afrika Selatan.

"Legalize it!" Demikian juga argumen dari ketua organisasi SWEAT, Vivienne Lalu, dalam menghadapi Piala Dunia, terutama jika memandang statistik penyakit HIV AIDS di Afrika Selatan. Seperti sebelumnya, prostitusi adalah hal yang dilarang di Afrika Selatan. Penjaja seks dapat dikenai hukuman denda dan dipenjara. Tapi status ilegal mereka menghindari pengawasan kesehatan dan ini terjadi di sebuah negara yang angka infeksi HIV-nya meliputi 20 persen jumlah infeksi HIV di dunia.

Vivienne Lalu mengatakan, "Kami memperkirakan legalisasi kegiatan prostitusi adalah tindakan terbaik untuk pelayanan kesehatan yang meluas dan pencegahan HIV Aids. Hal itu juga dapat membantu menangani lebih baik masalah penyelundupan manusia. Terdapat prediksi bahwa 40 ribu perempuan pada Piala Dunia 2006 diselundupkan ke Jerman. Pada akhirnya tidak sampai lima kasus yang terungkap. Saya pikir di Afrika Selatan kita akan melihat hasil yang serupa."

Seks dan sepak bola selama berlangsungnya Piala Dunia 2010 adalah dua hal yang sulit dipisahkan. Masalahnya adalah, apakah penjaja pelayanan seks tetap bekerja di luar legalitas dan dengan demikian berada di luar pengawasan jawatan kesehatan?

Pendapat masyarakat Afrika Selatan terpecah dalam hal ini, sejak beberapa pekan tema tersebut menjadi bahan diskusi yang kontroversial. Dari pemerintah Afrika Selatan, kelompok pelobi seperti SWEAT tidak dapat banyak berharap.

Ludger Schadomsky/Dyan Kostermans

Editor: Asril Ridwan