1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bahaya Minyak Berat Dari Kapal Laut

1 Februari 2012

Minyak berat yang digunakan kapal laut raksasa amat beracun dan emisi gas buangnya membahayakan lingkungan serta kesehatan.

https://p.dw.com/p/13uJc
Sebuah kapal kontainer dengan asap hitam dari cerbongnya.Foto: picture-alliance/dpa

Karamnya kapal pesiar mewah Costa Concordia pertengahan Januari 2012, yang tangki bahan bakarnya berisi 2.400 ton minyak berat, mengobarkan lagi perdebatan mengenai bahaya penggunaan minyak berat sebagai bahan bakar kapal. Minyak berat adalah produk buangan dari kilang pengolah minyak bumi, yang dikategorikan sampah khusus dan tergolong amat beracun.

Mesin penggerak kapal pesiar maupun kapal kontainer raksasa, membakar minyak berat dalam jumlah ribuan ton untuk satu kali rute perjalanan. Puluhan ton partikel jelaga dan asap debu yang tidak disaring terlebih dahulu, disemburkan lewat cerobong kapal. Dampaknya adalah ancaman bahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia.

Regulasi perlindungan lingkungan

Di bidang lalu lintas kapal laut, sejauh ini tidak banyak regulasi terkait perlindungan lingkungan maupun perlindungan iklim. Berbeda dengan misalnya lalu lintas di jalan raya, dimana mobil-mobil terbaru harus mematuhi aturan ketat emisi gas buang. Mobil bermesin diesel harus memasang filter partikel jelaga. Bensin dilarang mengandung timbal dan kadar belerang dalam diesel hanya diizinkan maksimal 0,1 promile.

Schweröl Feinstaub Schiff
Emisi partikel jelaga dan asap dari kapal pesiar.Foto: Getty Images

Tapi kapal laut raksasa, tetap menyemburkan asap beracun dan berbahaya ke udara. Minyak berat yang merupakan sampah buangan dari kilang pengolah minyak bumi, mengandung belerang dalam kadar 3.500 kali lebih tinggi dari bahan bakar diesel untuk mobil, yang dijual di pompa pengisian bahan bakar. Minyak berat yang amat kental dan lekat, biasanya tanpa difilter langsung dibakar dalam mesin kapal.

Dietmar Oelinger dari perhimpunan pelindung lingkungan Jerman-NABU, menilai emisi gas buang dan partikel jelaga kapal sebagai masalah besar. :“Terdapat banyak penelitian ilmiah, juga dari WHO, yang menunjukkan, terutama partikel jelaga amat membahayakan kesehatan. Partikel jelaga tergolong fraksi debu amat halus, yang dapat memicu penyakit kanker, gangguan sirkulasi jantung dan asma. Selain itu emisi belerang dioksida dan nitrogen dari transportasi kapal laut, menyebabkan naiknya keasaman tanah serta meningkatkan beban lapisan ozon.“

Membahayakan kesehatan

Laporan WHO menyebutkan, cemaran partikel debu halus menurunkan umur harapan hidup warga Eropa rata-rata sembilan bulan. Penelitian Komisi Uni Eropa menyebutkan, gas buang kapal laut bertanggung jawab untuk sekitar 30 persen emisi partikel debu halus di kawasan pesisir.

Selain itu, partikel jelaga memberikan kontribusi besar bagi pemanasan global. Hembusan angin membawa debu jelaga ke kawasan kutub utara. Di sana jelaga tersedimentasi pada lapisan es. Akibatnya lapisan es dapat menyerap sinar matahari lebih baik dan mempercepat pencairannya. Para ilmuwan memperkirakan, semakin cepatnya pencairan lapisan gletsyer di Greenland, juga diakibatkan sedimen cemaran partikel jelaga.

Schweröl Feinstaub Schiff Dietmar Oeliger Nabu
Dietmar Oelinger pakar lingkungan NABU.Foto: NABU

Sebetulnya terdapat banyak kemungkinan untuk menurunkan emisi partikel jelaga dan belerang dioksida dari sektor transportasi kapal laut. Oelinger mengungkapkan: “Yang paling gampang, tidak menggunakan minyak berat. Setiap perusahaan pelayaran, terutama kapal pesiar mewah, dapat langsung melaksanakannya. Penelitian organisasi pelindung laut di Amerika menunjukan, dengan penggunaan bahan bakar lain, emisi belerang dioksida turun 80 persen dan partikel jelaga direduksi 40 persen. Selain itu dapat dipasang sistem pembersihan gas buang dan filter partikel jelaga. Di darat itu sudah lazim dan di laut juga dapat diterapkan. Sekarang itu harus dilakukan secara bertahap.“

Faktor biaya

Rendahnya minat sektor transportasi laut untuk melakukan perlindungan lingkungan, sangat berkaitan dengan harga bahan bakar. Minyak diesel yang lebih ramah lingkungan, harganya 40 persen lebih mahal dibanding minyak berat. Tapi ongkos lingkungan yang harus dibayar dari penggunaan minyak berat juga amat tinggi. Partikel jelaga dari minyak berat kini diketahui memicu penyakit dan kasus kematian. Namun biaya obat-obatan dan ongkos dokternya harus ditanggung oleh pasien, bukan oleh perusahaan pelayaran.

Karena itulah perhimpunan pelindung lingkungan menuntut tindakan segera. Tapi juga diketahui, untuk menyepakati aturan semacam itu di organisasi maritim internasional prosesnya amat panjang dan alot. Organisasi itu menyatakan, hendak melarang penggunaan minyak berat mulai tahun 2020. Di Eropa saat ini pelarangan penggunaan minyak berat sebagai bahan bakar kapal baru diberlakukan di kawasan laut timur dan laut utara.

Dewasa ini transportasi laut bertanggung jawab untuk sekitar 5 persen emisi karbon dioksida global. Volumenya lebih tinggi dibanding emisi transportasi udara. Jika tidak segera diambil tindakan, dikhawatirkan kontribusi emisi global dari transportasi laut akan terus meningkat.

Gero Rueter/Agus Setiawan

Editor : Dyan Kostermans