1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bahasa Membentuk Cara Berfikir

as25 Maret 2008

Bahasa ibu memiliki pengaruh amat besar, yang membentuk cara melihat dan menggambarkan kejadian yang dialami.

https://p.dw.com/p/DU93
Ketika anak-anak belajar bahasa, mereka membentuk cara berfikirnyaFoto: dpa
Segera setelah manusia belajar bicara, mereka tidak hanya berfikir dengan gambar-gambar melainkan juga dengan kata-kata. Para pakar ilmu pengetahuan di Universitas Heidelberg di Jerman sejak lama meneliti timbal balik antara bahasa dan cara berfikir personal. Jika dua orang yang bahasa ibunya berbeda melihat satu hal yang sama, mereka tidak melihat hal yang sama. Kedengaran seperti sebuah ironi. Akan tetapi itulah kenyataannya. Cara pandang warga Inggris berbeda dengan cara pandang warga Jerman atau warga Indonesia. Perbedaan cara pandang itu terletak pada gramatik bahasa yang mereka gunakan. Dalam penelitian yang dilakukan di Universitas Heidelberg, para responden diajak menonton film video. Para responden ini datang dari latar belakang yang berbeda beda dan memiliki bahasa ibu yang berbeda-beda pula. Dalam penelitian di Heidelberg diambil sampel dari tujuh bahasa yang memiliki gramatik yang amat berlainan. Film yang ditayangkan menggambarkan kegiatan sehari-hari dua orang wanita. Para responden diminta menjadi reporter dan menyampakan kesannya secara verbal.
Pakar bahasa dari lembaga Seminar Bahasa Jerman sebagai bahasa dan kesusatraan asing di Universitas Heidelberg, Dr. Barbara Schmiedtova menggambarkan metode penelitian tsb. : “Seluruhnya terdapat 60 situasi yang berbeda, berupa sekuens kegiatan keseharian. Yang paling penting dari seluruh clips video yang ditayangkan adalah situasi dinamis berupa pergerakan. Tugas para responden adalah mengamati clip video bersangkutan, dan secara online menjelaskan apa yang terjadi dengan bercerita.“
Para responden tidak diberi tahu, sebetulnya dalam clip video yang ditayangkan terdapat dua skenario yang berbeda. Skenario pertama menunjukkan manusia atau binatang yang sedang menempuh perjalanan. Sementara skenario lainnya, yang menunjukan manusia atau binatang yang tiba di tempat tujuannya. Hasil ujicoba terhadap para responden dengan tujuh bahasa ibu yang berbeda-beda, menunjukkan hasil yang amat mencengangkan. Persepsi mereka ternyata amat dipengaruhi bahasa yang membentuknya. Hal ini tercermin dari isi penggambaran dan tafsiran dari clip video tsb.
Gibt es ein Tempolimit für das Denken?
Berfikir adalah cerminan dari gramatika bahasaFoto: Max-Planck-Institut für Strömungsforschung

Peneliti dari Universitas Heidelberg Dr. Barbara Schmiedtova menjelaskan lebih lanjut : “Ja, tepatnya begitu. Kita harus membayangkan, semua bahasa memiliki kemungkinan yang sama, untuk menyimpulkan titik akhirnya secara verbal. Akan tetapi penutur berbagai bahasa yang berbeda, memiliki preferensi berbeda pula mengenai seberapa jauh titik akhir ini. Dalam sekuens dimana para responden tidak mencapai tujuannya, juga tergambar dari penuturan secara verbal.“
Hasil penelitian menunjukkan, penutur bahasa Jerman, Belanda dan Ceko dapat menyimpulkan sekitar 60 persen dari titik akhir clip video yang ditayangkan, walaupun filmnya belum selesai diputar. Sebaliknya penutur bahasa Arab hanya mampu menyimpulkan sekitar 40 persen dari titik akhir clip video yang ditayangkan. Terbukti, memang terdapat kaitan amat erat dengan gramatika bahasa yang digunakan. Dr.Schmiedtova kembali membeberkan : “Acuannya sangat tergantung dari gramatik yang dipakai dalam bahasa bersangkutan. Jadi terdapat perbedaan antara penutur bahasa Jerman dengan penutur bahasa Inggris. Karena mereka akan memasukkan unsur gramatiknya dalam verbalisasi titik akhir tsb.“
Artinya, bahasa memainkan peranan menentukan, untuk menggambarkan sebuah sekuens adegan. Landasannya adalah bentuk struktur gramatika dari bahasa bersangkutan. Jika strukturnya berbeda, maka terdapat penggambaran yang berbeda pula. Misalnya adegan dua perempuan berjalan menuju sebuah pintu. Penutur bahasa Inggris lebih menekankan pada prosesnya, yakni berjalan menuju. Sedangkan penutur bahasa Jerman lebih memfokuskan diri pada tujuannya yakni sebuah pintu.

BdT Deutschland Unwort des Jahres 2007 Herdprämie
Bahasa ibu mempengaruhi cara pandang secara verbal.Foto: AP

Untuk menguji kebenaran tesis mengenai arti penting perbedaan gambaran berdasarkan perbedaan gramatika, sebagai pembanding dilakukan ujicoba kedua dengan responden yang sama. Dalam ujicoba ini ditanyakan apa yang masih mereka ingat dari ujicoba pertama. Dengan jelas terlihat, bahasa yang secara verbal dapat menjelaskan dengan baik titik akhir dari adegan film dalam ujicoba pertama itu, juga menunjukkan hasil yang baik dalam ujicoba kedua ini. Terbukti penutur bahasa Jerman mengingat titik akhirnya dengan lebih baik, ketimbang penutur bahasa Inggris. Diduga struktur gramatika juga mempengaruhi pengamatan sekuens adegan dalam point yang berbeda pula. Untuk itu diamati gerakan mata para responden ketika menonton clip video bersangkutan. Peneliti bahasa dari Universitas Heidelberg, Dr. Barbara Schmiedtova menjelaskan, para ahli mengamati seberapa jauh area yang penting, misalnya suatu kondisi kritis ketika para pemeran tidak berhasil mencapai rumah yang ditujunya, menarik perhatian responden. Kembali terlihat, bahwa fokus perhatian memang terkait dengan gramatika bahasa yang digunakan sehari-hari. Jadi kesimpulannya, bahasa ibu mempengaruhi bagaimana cara pandang seseorang, jika ia juga harus menceritakan secara verbal pengamatannya tsb.
Bahasa ibu ibaratnya filter bagi pancaindera dan cara berpikir kognitiv. Dr. Barbara Schmiedtova juga menjelaskan pengaruh tradisi dan budaya dalam cara berfikir : "Dalam kelompok penelitiantentu saja terdapat perbedaan latar belakang budaya. Akan tetapi kami berusaha membedakan fenomena berbahasa secara konkrit, yang mungkin saja dapat menjelaskan perbedaan budaya tsb. Tapi tentu saja latar belakang tradisi atau budaya tidak boleh memadamkan seluruh penelitian ini."

Dari hasil penelitian terbukti, bahwa kelompok penutur bahasa Arab, Spanyol dan Inggris lebih memfokuskan diri pada pergerakan. Sementara penutur bahasa Jerman, Belanda dan Ceko lebih memfokuskan diri pada tujuan. Dr. Schmiedtova juga menyimpulkan secara timbal balik perkembangan gramatika tidak terlepas dari perkembangan budaya. Karena bagaimana sebuah budaya dapat berkembang, jika bahasanya tidak mendukung dan juga sebaliknya. Kini para peneliti melakukan kajian lebih jauh, menyangkut pengaruh bahasa yang digunakan secara global, misalnya bahasa Inggris terhadap cara berfikir nasional dari penutur bahasa lain. Sebab, jika cara berpikir terkait erat dengan gramatika berbahasa, tentu terdapat anomali jika penuturnya sekaligus memanfaatkan dua bahasa berbeda sebagai bahasa ibu.