1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bahan Bakar Dari Sampah

Richard Fuchs2 Januari 2013

Lalu lintas di kota Johannesburg, Afrika Selatan, makin padat. Sampai 2050, lalu lintas akan meningkat empat kali lipat. Para perancang lalu lintas mencari konsep baru. Caranya dengan bahan bakar gas dari sampah.

https://p.dw.com/p/17CWN
Pom bensin di bukit Sebenza
Pom bensin di bukit SebenzaFoto: DW/R. Fuchs

Sebuah bukit yang hijau tampak menyembul diantara pabrik-pabrik tua dan lahan kosong di utara kota Johannesburg. Bukit itu dulunya adalah lokasi pembuangan sampah Sebenza, di bagian kota Ekurhleni. Bagi Jeffrey, seorang sopir taksi, tempat ini tidak hanya bukit penampungan sampah. Dalam seminggu, ia datang beberapa kali ke tempat ini untuk mengisi bahan bakar. Sebab tempat ini adalah pom bensin yang paling unik di Afrika Selatan.

Jalan masuk menuju puncak bukit merupakan jalan aspal yang tertata rapih. Di ujung jalan ada satu pompa bensin. Tidak jauh dari situ masih ada dau pabrik. Ada juga jalan aspal menuju ke pabrik-pabrik itu. Di tempat yang tinggi ini, Jeffrey bisa melihat pemandangan kota Johannesburg di bawah bukit. Tapi yang penting bagi Jeffrey, di sini ia bisa mendapat bahan bakar murah. Ini adalah pom bensin percobaan dalam rangka proyek penelitian "EnerKey”. Proyek ini merupakan kerjasama Jerman dan Afrika Selatan dalam penelitian energi.

Mencari Alternatif Murah

Di sini Jeffrey tidak mendapat bensin biasa, melainkan gas biometan. Bahan bakar ini datang langsung dari bekas tempat pembuangan sampah. Untuk itu, Jeffrey harus memodifikasi taksinya dari bahan bakar bensin ke bahan bakar gas. Pada awalnya, ia memang harus mengeluarkan biaya untuk modifikasi. Namun dalam jangka panjang, ini sangat menguntungkan. Sambil menunggu di pom bensin, ia menceritakan: ”Dulu saya menghabiskan sekitar 240 Euro seminggu untuk bensin. Sekarang, dengan gas, saya menghemat sekitar 80 Euro seminggu”.

Eddie Cooke membuat konsep bahan bakar gas dari pembuangan sampah
Eddie Cooke membuat konsep bahan bakar gas dari pembuangan sampahFoto: DW/R. Fuchs

Itu berarti, Jeffrey bisa menghemat sepertiga biaya bahan bakar. Ini cukup penting bagi pemilik dan sopir taksi itu. Karena sejak tahun 2007, harga bensin di Afrika Selatan sudah naik dua kali lipat. Sekarang harga bensin sekitar satu Euro untuk satu liter. ”Bensin benar-benar menjadi barang mahal”, keluh Jeffrey menanggapi harga yang terus naik. Tapi sekarang, setelah ia beralih menggunakan gas, kenaikan harga bensin tidak terlalu mengganggu lagi.

Jeffrey yang berusia 29 dan sudah berumah tangga berterimakasih pada teknologi baru yang mengubah sampah menjadi bahan bakar. Teknologi ini yang digunakan di tempat pembuangan sampah Sebenza. Dalam beberapa tahapan, gas dibersihkan dan diolah menjadi bahan bakar biometan. Teknik ini dikembangkan oleh Eddie Cooke, kepala teknik dari perusahaan Novo Energy. Perusahaannya bekerjasama dengan Universitas Johannesburg mengembangkan instalasi ini. Tujuannya untuk memproduksi bahan bakar lokal, dengan cara yang ramah lingkungan dan menghasilkan produk yang lebih murah.

”Kalau dilihat dari aspek lingkungan, biometan ini sangat bermanfaat. Karena emisi karbondioksida dari pembakaran metan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pembakaran bensin”, kata Cooke. Selain itu, kalau metan dilepas begitu saja ke udara, ini akan menjadi gas rumah kaca yang berbahaya bagi atmosfer bumi. Jadi jauh lebih baik, kalau gas metan dibakar. ”Gas metan ini yang kami gunakan untuk menjadi bahan bakar kendaraan bermotor”. Dalam proses itu, yang dimanfaatkan adalah kandungan energi dari metan. Sisa pembakarannya adalah karbondioksida dan air yang tidak begitu berbahaya seperti gas metan murni.

Lalu lintas di pusat kota Johannesburg
Lalu lintas di pusat kota JohannesburgFoto: DW/R. Fuchs

Peluang Pengelolaan Sampah

Di Afrika Selatan, seperti di banyak negara-negara berkembang, sampah biasanya tidak dipisah antara bahan organik dan non-organik. Ini yang dimanfaatkan oleh teknologi yang disebut Waste-to-Fuel, yaitu menghasilkan bahan bakar gas dari tumpukan sampah. Di tempat pembuangan sampah biasanya banyak bahan-bahan organik yang tertumpuk di bawah plastik, logam atau bahan bangunan. Kalau ada tempat pembuangan sampah yang sudah ditutup selama 10 atau 20 tahun, di bawah tanahnya sampah organik membusuk dan mengeluarkan gas, yang tertahan karena tumpukan sampah non organik di sekitarnya. Sampah organik diuraikan oleh bakteri. Gas ini kemudian mengalir sangat lambat ke permukaan. Gas sampah organik mengandung metan, hidrogen, karbon, nitrogen dan fosfat. Campuran gas ini biasanya dibakar begitu saja atau dilepas ke udara melalui turbin-turbin gas. Pembuangan gas seperti ini mencemari atmosfer.

Eddie Cooke punya solusi yang lebih baik, yaitu dengan mengolah lagi gas ini menjadi bahan bakar biometan.

Di bawah bukit bekas tempat pembuangan sampah Sebenza dibangun dua pabrik. Di sini gas yang berasal dari penimbunan sampah digabungkan dan diolah. ”Gas itu dibersihkan di lokasi terdekat. Lalu dikeringkan dan dipadatkan. Semua prosesnya terintegrasi.” Setelah bahan-bahan lain seperti karbon dan nitrogen dikeluarkan, yang tersisa adalah gas murni yang bersih, jelas Cooke.

Agar gas mentah ini bisa digunakan sebagai bahan bakar untuk kendaraan bermotor, kandungan metannya harus mencapai paling sedikit 87 persen. Sedangkan kandungan metan dari gas sampah biasanya hanya 50 persen. Jadi dalam dua tabung khusus, kandungan gas metan dinaikkan. ”Di tabung pertama kandungan secara bertahap dinaikkan sampai 75 persen, lalu di tabung berikutnya naik sampai 95 persen”, jelas Cooke. Setelah itu, gas dicampur dengan bahan berbau. Karena biometan tidak punya aroma. Dengan bahan campuran aroma khusus, pengguna bisa mengenal bau gas metan di pompa bensin.

Bahan Bakar Untuk Megacity

Dalam beberapa tahun mendatang, antara lima sampai sepuluh persen mobil di Afrika Selatan akan menggunakan gas biometan sebagai bahan bakar. Ini rencana yang ambisius. Artinya, produksi gas biometan harus ditingkatkan. Selain itu, jaringan pompa bensin yang menyediakan bahan bakar gas juga harus diperluas. Edison Muzenda dari Universitas Johannesburg adalah mitra kerjasama Eddie Cooke dalam proyek bahan bakar gas yang dibiayai oleh Jerman. Menurut Muzenda, produksi gas biometan dari lokasi pembuangan sampah adalah salah satu mata rantai penting dalam konsep pengembangan lalu lintas di Afrika Selatan. Terutama untuk kawasan metropolitan yang cepat berkembang seperti Johannesburg.

Edison Muzenda dari Universitas Johannesburg, peneliti proyek Waste-to-Fuel
Edison Muzenda dari Universitas Johannesburg, peneliti proyek Waste-to-FuelFoto: DW/R. Fuchs

Karena sampai tahun 2050, penduduk Johannesburg diperkirakan mencapai 20 juta orang. Mereka perlu lebih banyak transportasi publik. Jika tidak, sistem lalu lintas akan lumpuh. ”Dengan bahan bakar biometan dari pembuangan sampah, kita bisa menyediakan bahan bakar untuk transportasi umum, untuk kendaraan taksi dan bis jarak dekat. Ini akan menjadi perkembangan baru”, ujar Muzenda. Bagi masyarakat perkotaan yang menggunakan kendaraan umum memang diperlukan pembangunan infrastruktur dan modifikasi kendaraan dari bahan bakar bensin ke bahan bakar gas. Muzenda memperkirakan, penggunaan gas sebagai bahan bakar adalah salah satu kunci untuk menghemat biaya di sektor transportasi publik sampai 30 persen.

Bagi masyarakat umum dan bagi pemilik taksi seperti Jeffrey, ini adalah kabar baik. Sebab mereka yang paling banyak menggunakan fasilitas publik. Jeffrey yakin, nantinya akan makin banyak orang yang memakai bahan bakar gas dari bekas penampungan sampah seperti yang ada di atas bukit hijau ini. ”80 persen orang Afrika Selatan akan beralih menggunakan biometan. Saya yakin 100 persen akan hal ini”, kata Jeffrey.