1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bagaimana Nasib Perkembangan Budaya di Afghanistan?

Waslat Hasrat-Nazimi22 Oktober 2012

Bila pasukan asing pergi dari Afghanistan, apakah negara itu akan menyapu bersih buku, film dan syair? Setidaknya jika ekstremis kembali berkuasa, yang kini gencar menyerang para bintang film perempuan.

https://p.dw.com/p/16UDg
Foto: DW

Hari sudah gelap ketika Sonia sudah akan pulang ke rumah. Dengan pikiran yang masih dipenuhi ingatan acara Festival Seni di Kabul, dimana bintang film remaja itu Senin (15/10) merayakan malam itu dengan gembira, ia menuju mobilnya. Dan terjadilah hal yang mengerikan. Seorang pria sambil berlari melemparkan bubuk ke wajahnya. Sonia tidak dapat melihat lagi, ia merasakan kesakitan yang luar biasa, dengan menjerit ia menutup matanya.

Latar belakan sang pelaku yang tak dikenal sudah jelas. Sonia Sarwari mendapat hukuman atas aktivitas yang dipandang "non islamis“ sebagai bintang film di layar perak dan layar kaca. Perempuan yang berani tampil di depan publik, akan dicap negatif oleh banyak Mullah di Afghanistan. Perempuan berusia 19 tahun itu pergi ke dokter yang untungnya "hanya“ menyimpulkan ada luka di selaput matanya. Kini kedua matanya diperban, ia mengenakan kaca mata hitam. Serangan tersebut tidak terlalu mengejutkan, kata Sonia. "Saya sebetulnya setiap hari mendapat ancaman lewat telefon, dimana orang hendak menembak saya atau membunuh saya dengan cara lain. Tapi tindakan ini benar-benar melukai saya secara mendalam.“.

Harus Menanggung Diri Sendiri

Bukan untuk pertama kali hanya dalam kurun beberapa bulan, dimana terjadi serangan terhadap bintang film muda di Afghanistan. Akhir Agustus lalu, Benafsha yang berusia 18 tahun tewas tertikam di dekat Mesjid di ibukota Afghanistan Kabul. Ia sedang bepergian dengan dua koleganya, ketika mereka diserang oleh sekelompok pria. Teman sekerja Benafsha sekaligus temannya, Sahar Parniyan sejak kejadian mengerikan itu juga mendapat ancaman pembunuhan dan hidup bersembunyi. Kepada DW.de ia memberitakan, ia menelepon kepala polisi Kabul dan meminta bantuan. Ia tidak dapat pergi ke keluarganya, karena khawatir akan keselamatan mereka. "Tapi kepala polisi Kabul itu tidak mengurus hal itu dan mengatakan, itu bukan urusannya. Jika sampai polisi pun tidak bersedia untuk melindungi kami, apa lagi yang dapat saya lakukan di negara ini,“ tanya Sahar Parniyan dengan sedih.

Seniman Kecewa Terhadap Pemerintah

Sampai tahun 1990-an, Afghanistan masih memiliki budaya perfilman dan musik yang marak. Puisi dan karya sastra merupakan bagian kehidupan sehari-hari, bahkan bagi warga Afghanistan yang tidak bisa membaca dan menulis. Kini bioskop dipandang sebagai tempat pertemuan para pecandu narkoba dan tidak banyak pengunjung, para penulis menyensor sendiri karyanya, perusahan percetakan tidak ada. Tahun-tahun saat berlangsungnya perang menghancurkan Afghanistan secara kultural, kata penyair Kawa Gibran. Ia khawatir, bahwa setelah penarikan pasukan asing tahun 2014, situasinya bagi para seniman akan semakin kritis. "Semua pertanda menunjukkan, bahwa bagi kami situasinya buruk. Masyarakat internasional kalah dalam perang. Taliban semakin menguat. Hal ini terlihat pada pembagian kekuasaan di dalam pemerinthan. Konstitusi diganti semau-maunya.“

Sahar Parniyan Schauspielerin Afghanistan
Juga bintang film Sahar Parniyan hidup di bawah ancaman pembunuhan ekstremisFoto: Sahar Parniyan Photography

Setelah di bawah pemerintahan Taliban musik dan televisi total dilarang, setelah tergulingnya Taliban terjadi kemajuan kulturan. Film-film diproduksi dan lagu-lagu baru diputar di radio. Namun dengan perebutan kembali kekuasaan secara diam-diam oleh ekstremis, tampaknya restriksi kembali ke Afghanistan. ,

Banyak seniman dan kaum intelektual sudah meninggalkan negara itu, yang lainnya juga akan terpaksa mengikutinya. Juga seperti halnya musisi ternama Afghanistan Ustad Gulzaman. Ia mengecam bahwa meskipun bermilyar-milyar dana yang mengalir pada beberapa tahun terakhir ke negara itu, para elit intelektual dan senimannya tidak didukung. "Saya mencintai tanah air saya dan hasil seni saya, tapi pemerintah ini tidak memperhatikan kami. Saya terpaksa melarikan diri, agar anak-anak saya bisa makan.” Demikian kutipan kata-kata musisi tersebut.

Sementara ini Sonia Sarwari tidak akan menyerah. "Saya seorang warga Afghanistan, saya berani menghadapi musuh saya,“ katanya dengan berang. "Mereka tidak akan menghambat saya untuk bermain film dan ke bioskop. Saya akan tetap meneruskan jalan saya.“