1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bagaimana Menghadapi Wisatawan Jihad?

Vera Kern24 Juni 2014

Sebagian politisi Jerman menuntut sanksi keras bagi para jihadis yang berangkat ke Suriah. Tapi kalangan oposisi dan pengamat hukum menilai, tuntutan itu hanya sekedar populisme.

https://p.dw.com/p/1CPEp
Foto: picture-alliance/dpa

Philip B. dengan bangga menampilkan foto-fotonya yang sedang menyandang senjata di Facebook. Sebagai pekerjaan ia menulis: pelayan Allah. Philip yang dulunya bekerja sebagai kurir restoran Pizza berasal dari kota kecil Dinslaken di negara bagian Nordrhein Westfalen. Sekarang ia menggunakan nama Abu Osama dan berada di Suriah untuk melakukan jihad.

Philip adalah salah satu dari sekitar 300 jihadis Jerman yang berangkat ke Suriah. Politisi Jerman dari CDU, Eva Kühne-Hörmann, menuntut agar ada tindakan tegas terhadap para Islamis militan. "Kita tidak boleh membiarkan anak-anak muda ini pergi ke luar negeri dengan tujuan untuk terlibat dalam konflik bersenjata," katanya.

Tapi pengamat hukum Katrin Gierhake berpendapat, tuntutan politisi sering hanya populisme belaka. Mereka memanfaatkan isu untuk mendapat popularitas. Karena faktanya adalah, militan radikal seperti Philip B. atau rapper Deso Dogg bisa dengan relatif bebas pergi ke Suriah dan kembali lagi ke Jerman. Mereka malah menyebar propaganda di Internet untuk merekrut pengikut baru.

Bahaya radikalisasi

Kepolisian dan dinas rahasia Jerman memperkirakan, di Jerman ada sekitar 43.000 warga Islam yang berpotensi melakukan kekerasan karena hasutan kelompok radikal. Menteri Dalam Negeri Thomas de Maiziere beberapa kali memperingatkan, ada "bahaya konkrit" serangan terorisme oleh aktivis yang kembali dari perang Jihad di Suriah atau Irak.

Baru-baru ini, seorang jihadis Perancis yang kembali dari Suriah melakukan penembakan di Musium Yahudi di Brussel, Belgia. Tiga orang terbunuh dalam aksi itu. Ia akhirnya ditangkap polisi Perancis di kota pelabuhan Marseille.

Kepolisian di Eropa sebelumnya memang sudah sering memperingatkan bahaya yang muncul dari apa yang mereka sebut "wisata jihad". Para aktivis jihad berusaha merekrut anak-anak muda di Eropa untuk dikirim ke Suriah. Mereka antara lain dikirim berperang di garis depan, atau diperintahkan melakukan serangan bunuh diri. Jika tidak tewas di medan perang, para jihadis ini menjadi potensi berbahaya ketika kembali ke Eropa.

Aturan hukum sudah memadai

Irene Mihalic dari Partai Hijau menerangkan, aturan hukum tidak perlu diperketat. "Instrumen hukum yang ada sudah sangat memadai. Masalahnya, aparat keamanan yang harus menerapkan itu secara konsekuen. Terutama untuk mencegah serangan teror."

Di Jerman sendiri sudah ada "UU Pengusutan Persiapan Aksi Kekerasan Yang Membahayakan Negara", yang dalam bahasa populer dikenal sebagai "UU Kamp Terrorisme." UU itu sudah diputuskan tahun 2009.

Tapi pengamat hukum Katrin Gierhake menegaskan, memang tidak ada jaminan seratus persen menghadapi potensi serangan terorisme. Aturan hukum di Jerman juga pada prinsipnya tidak melarang seseorang terlibat dalam perang saudara di negara lain.

Yang bisa dilakukan pemerintah adalah, memperluas pendidikan, bimbingan dan bantuan sosial untuk mencegah radikalisasi. Negara juga harus bisa mendeteksi kemungkinan-kemungkinan potensi ancaman radikalisasi, kata Gierhake.