1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Asap dan Perang Kata-Kata

Andy Budiman21 Juni 2013

Bukan terorisme, perebutan wilayah, atau perang dagang, ketegangan diplomatik kini bisa berasal dari asap. Kebakaran hutan Indonesia, menyebabkan polusi kabut asap terburuk dalam sejarah Singapura.

https://p.dw.com/p/18ttY
Foto: Reuters

Pejabat tinggi dari dua negara tetangga di Asia Tenggara itu bertukar sindiran. Pekan ini Indeks Standar Polusi PSI Singapura mencatat rekor terburuk sepanjang sejarah saat mencapai angka 400. Menurut pemerintah Singapura, tingkat polusi itu “bisa membahayakan orang yang sedang sakit atau para orang tua.

Pejabat Singapura meminta Indonesia mengambil langkah konkrit untuk memadamkan kebakaran yang menyebabkan asapnya menyelubungi negara kota itu. Meski bisnis dan dunia penerbangan belum terganggu, tapi asap pekat membuat sektor turisme terpukul. Masker dan alat purifikasi udara laku keras.

Bukan Isu Penting

“Tentu saja warga Singapura kesal, khususnya dengan pemerintah Indonesia yang bergerak lambat mengatasi kebakaran,” kata Sulfikar Amir, Sosiolog asal Indonesia yang mengajar di Nanyang Tech. University, Singapura.

“Saya yakin krisis ini akan lambat diselesaikan, karena pemerintah Indonesia sedang sibuk dengan isu rencana menaikkan harga BBM.“

Kabut asap bukan isu besar di atmosfir udara Indonesia yang belakangan sedang berisik oleh pro kontra rencana kenaikan harga minyak hingga hampir setengah kali lipat dari sebelumnya.

Asap yang menjadi headline di media massa Singapura, hanya ditampilkan di halaman belakang oleh media massa Indonesia. Bahkan pejabat tinggi Indonesia terkesan meremehkan masalah ini.

Polusi terburuk sepanjang sejarah Singapura
Polusi terburuk sepanjang sejarah SingapuraFoto: Reuters

Perang Pernyataan

Sulfikar Amir mengeritik pernyataan sejumlah pejabat Indonesia, yang justru memperburuk situasi: “Pernyataan-pernyataan itu menjadi headline (berita utama-red) di Singapura”.

Ia merujuk pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Indonesia, Agung Laksono yang mengatakan: “Singapura jangan kekanak-kanakanlah, ribut“.

Bahkan Menteri Koordinator Indonesia itu menuding sejumlah perusahaan Singapura diduga ikut bertanggungjawab atas kebakaran.

“Yang punya (perusahaan itu) bukan cuma orang Indonesia tapi juga orang Singapura dan Malaysia. Kita akan keluarkan sanksi tegas jika terbukti,” ujar Agung Laksono.

Sejumlah perusahaan asal Singapura tercatat memiliki areal perkebunan kelapa sawit yang luas di Riau. Bisnis perkebunan sawit yang sering menggunakan metode pembakaran saat membuka lahan, selama ini dituding para aktivis lingkungan sering menjadi penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut di Riau.

Sebagai balasan, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong meminta Indonesia menunjukkan bukti bahwa perusahaan-perusahaan Singapura terkait dengan asap, sambil menambahkan bahwa jika ada perusahaan asal Singapura yang terlibat, maka pemerintah Singapura akan mengambil tindakan.

Hanya Menunggu Hujan

Juru Bicara Departemen Kehutanan Indonesia, Sumarto Suharno, kepada Deutsche Welle menyebut sumber asap berasal dari lahan gambut yang terbakar.

Asap tebal menutupi udara Singapura
Asap tebal menutupi udara SingapuraFoto: Reuters

“Riau ini kan lahannya gambut. Jadi kebakaran kecilpun asapnya sangat banyak. Kami masih menyelidiki penyebabnya. Selama ini kebakaran bisa terjadi karena kebiasaan membakar lahan untuk membuka kebun atau membuang puntung rokok sembarangan.”

Puntung rokok memang bisa membuat kebakaran di lahan gambut. Program Leader World Wildlife Foundation (WWF) di Riau, Suhandri membenarkan bahwa di musim kemarau seperti sekarang, bahkan api sekecil apapun termasuk dari puntung rokok akan bisa menyebabkan bencana kebakaran di lahan gambut.

Celakanya, kalau lahan gambut sudah terbakar sulit dipadamkan. Indonesia telah mengerahkan pemadam kebakaran yang bekerja 24 jam untuk memadamkan api. Selain itu, mereka juga berupaya membuat hujan buatan.

“Tak ada cara lain, selain menunggu hujan. Sejauh yang kami lihat, pemadam kebakaran di lapangan kewalahan… dari pengalaman puluhan tahun, hanya hujan yang bisa menghentikan…” kata Suhandri.

Kutukan Sawit

Riau adalah wilayah yang sedang mengalami “demam sawit”. Suhandri, menyebut bencana asap ini akibat bisnis sawit yang tak terkontrol.

Indonesia adalah produsen sawit terbesar dunia, dan menjadi sasaran investasi besar-besaran dari bisnis yang dikenal rakus menyulap hutan menjadi perkebunan.

Setelah hutan Riau habis, para pengusaha kini menyasar lahan gambut untuk disulap menjadi perkebunan kelapa sawit. Konversi itu membuat lahan gambut gampang terbakar dan asapnya menyeberang ke negara tetangga.