1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

AS dan Rusia Akan Gelar Konferensi Suriah

Diana Hodali9 Mei 2013

AS dan Suriah ingin mengambil langkah bersama untuk mendorong solusi konflik di Suriah. Mereka akan mengundang rejim dan oposisi Suriah ke konferensi internasional.

https://p.dw.com/p/18Uvg
Russia's Foreign Minister Sergei Lavrov (R) and U.S. Secretary of State John Kerry in Moscow, May 7, 2013. REUTERS/Mladen Antonov/Pool
Kerry dan Lavrov di RusiaFoto: Reuters

Lebih dari 70.000 orang tewas, itulah neraca konflik di Suriah sampai saat ini. Banyak pihak khawatir, konflik itu bisa menyebar ke kawasan sekitarnya. Amerika Serikat dan Rusia sekarang ingin memprakarsai konferensi internasional yang melibatkan pihak-pihak yang bertikai di Suriah.

Menteri Luar Negeri AS, John Kerry dalam kunjungannya ke Rusia hari Selasa (07/05) menerangkan, konferensi internasional yang direncanakan akan melibatkan wakil-wakil rejim Suriah. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyatakan, Amerika dan Rusia sepakat untuk mengajak semua pihak yang bertikai mencari penyelesaian politik.

Volker Perthes, Direktur Stiftung Wissenschaft und Politik (SWP) di Berlin menilai langkah itu sebagai langkah yang baik. "Bagus kalau ada pendekatan antara Amerika dan Rusia dalam hal ini. Konflik Suriah jangan dibiarkan menjadi perebutan regional antara Qatar, Saudi Arabia, Iran dan negara-negara tetangganya,” kata Perthes kepada Deutsche Welle.

Konflik Suriah tadinya berawal dari demonstrasi damai penduduk yang menuntut reformasi dan demokrasi. Namun situasi berkembang menjadi konflik bersenjata yang terus meluas. Saat ini konflik itu malah berkembang menjadi konflik antara kelompok Syiah dan Sunni. Kelompok Syiah mendapat dukungan dari Iran, sedangkan kelompok Sunni didukung oleh Qatar dan Saudi Arabia.

Tekanan Terhadap Washington dan Moskow

Dalam pertemuan dengan John Kerry, Menlu Rusia Sergei Lavrov menyatakan prihatin tidak hanya pada nasib "kelompok tertentu“, melainkan pada nasib seluruh rakyat Suriah. Rusia dan Cina sebelumnya beberapa kali menolak resolusi PBB terhadap Suriah. Dalam konferensi internasional yang direncanakan saat ini, Rusia bisa memainkan pengaruhnya di Damaskus.

Pengamat politik Volker Perthes menyambut konferensi yang akan melibatkan wakil-wakil rejim Suriah. ”Jadi pada saat memilih wakil delegasi rejim Suriah, Rusia sudah bisa menunjukkan, apa mereka memang bisa memberi usulan yang konstruktif”.

Amerika Serikat dan Rusia memang makin terdesak untuk melakukan sesuatu setelah Israel melakukan serangan udara ke sekitar Damaskus. Suriah sudah mengancam akan melakukan langkah balasan. Meruncingnya situasi ini memaksa Amerika dan Rusia memulai prakarsa untuk menyelesaikan konflik.

Amerika dan Rusia juga merasa khawatir bisa terjadi vakum kekuasaan, jika rejim Assad runtuh. Ini yang memaksa pemerintahan Obama untuk bertindak mencari penyelesaian politik, kata Günter Meyer, ketua Pusat Penelitian Arab di Universitas Mainz. Vakum kekuasaan di Suriah bisa digunakan oleh kelompok militan seperti Al Nusra, yang dekat dengan jaringan teror Al Qaida.

Kelompok Militan Hambatan Utama

Konferensi internasional yang direncanakan didasarkan pada kesepakatan dari 30 Juni 2012 yang dicapai di Jenewa. Ketika itu, negara-negara pemegang hak veto di PBB, ditambah Turki dan negara-negara Arab, sepakat menyusun sebuah ”roadmap” untuk mengakhiri kekerasan di Suriah.

Antara lain ditetapkan bahwa pihak oposisi dan rejim di Suriah harus melakukan perundingan untuk membentuk pemerintahan transisi. Pemerintahan ini akan mendapat wewenang eksekutif. Artinya, jika Bashar al Assad memutuskan untuk tetap tinggal di Suriah, ia secara de facto tidak memegang kekuasaan lagi.

Syarat pelaksanaan roadmap adalah kesepakatan gencatan senjata antara pihak-pihak yang bertikai. Pengamat politik Günter Meyer melihat hal ini sebagai masalah utama. ”Kelompok pemberontak sangat terpecah belah. Sekalipun ada yang setuju gencatan senjata, kelompok al Nusra kelihatannya akan menolak.” Al Nusra ingin melanjutkan pertempuran sampai bisa merebut kekuasaan.

Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle memberi tanggapan positif. Ia menyebut prakarsa AS dan Rusia sebagai ”sinyal kuat untuk mengakhiri kekerasan”. Namun jalan masih panjang. ”Konferensi ini harus berjalan lancar”, kata Volker Perthes dari SWP. Jika tidak, perang pasti akan berlangsung makin sengit.