1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Antara Qatar, Hamas dan Timur Tengah Baru

Beate Hinrichs25 Oktober 2012

Kunjungan ke Jalur Gaza oleh Emir Qatar bisa dilihat sebagai bagian dari perubahan yang lebih luas lanskap politik di Timur Tengah. Ini adalah sebuah tanda tentang apa yang mungkin akan terlihat pada masa depan.

https://p.dw.com/p/16W72
Foto: AFP/Getty Images

Ini cuma masalah perspektif tentang apakah anda menganggap itu sebagai uang yang banyak atau sekedar kacangan: Sheik Qatar Hamad Bin Khalifa al-Thani membawa uang 250 juta Dolar dalam kunjungan ke Jalur Gaza. Bagian wilayah Gaza itu masih porak-poranda akibat serangan Israel pada tahun 2009. Rencananya kini adalah membangun kembali kota Gaza dengan uang Emir Qatar dan mendirikan sebuah kota baru bernama “Kota Hamad”, yang diambil dari nama pemimpin Qatar.

250 juta Dolar bukanlah jumlah uang yang banyak untuk membantu Gaza yang sarat kemiskinan. Bagi Qatar itu semua tidak banyak, hanya “kacang”, kata ekonom Hamadi El-Aouni dari Berlin's Free University. Untuk membangun kembali Jalur Gaza, itu jauh dari cukup. Tapi itu adalah sebuah sinyal: awal strategi untuk melemahkan pengaruh rezim Suriah dan mengisolasi Iran. Keuntungan bagi rakyat Palestina hanyalah prioritas nomor dua, kata El-Aouni.

Aliansi Internasional

Ahli ekonomi itu mengatakan, kunjungan Emir ini harus dilihat dalam konteks yang lebih luas. Itu adalah bagian dari sebuah kesepakatan yang sudah dikoordinasikan secara internasional yang aktor-aktornya ingin menata ulang Timur Tengah: khususnya setelah revolusi Arab dua tahun terakhir dan perang saudara yang kini sedang berlangsung di Suriah. Tujuannya adalah untuk mendorong Hamas agar lebih dekat dengan negara-negara pro barat seperti Mesir, Turki dan Yordania. “Tak bisa dibayangkan bahwa Emir akan mengunjungi Gaza tanpa lampu hijau dari Amerika, Saudi Arabia atau Israel. Kunjungan ini dalam konteks strategi menyeluruh di Timur Tengah,” kata El-Aouni.

Tapi strategi ini juga sejalan dengan kepentingan Hamas. Kunjungan Emir ini memperkuat posisi partai itu di mata rakyat Palestina, jelas Nidal al-Azza, seorang analis politik dari organisasi hak asasi manusia Palestina Badil. Hamas berharap bahwa uang hibah itu akan memberi pesan kepada masyarakat bahwa grup Hamas cukup punya kemampuan untuk menolong rakyat, kata dia.

Kunjungan ini juga bisa dimanfaatkan Hamas untuk mengurangi ketegangan antar kelompok di dalam Palestina. Selama bertahun-tahun, kelompok Islamis Hamas terjebak dalam kebuntuan dialog dengan saingan mereka yang sekuler yakni kelompok Fatah yang menguasai wilayah Tepi Barat. Upaya terakhir untuk memediasi kedua kelompok yang bertengkar di dalam Palestina itu datang dari Qatar. Meski masih ada perbedaan namun langkah kecil untuk memperbaiki hubungan itu, suatu saat bisa membuat kedua kelompok tersebut berdiri berdampingan mendorong pendirian negara Palestina.

Saling Menguntungkan

Bagaimanapun, El-Aouni menjelaskan, bahwa ini kelihatannya akan mendapatkan tentangan dari Israel. Bukanlah suatu kebetulan bahwa Emir hanya mengunjungi Jalur Gaza. Fakta bahwa dia memilih tidak mengunjungi Tepi Barat yang merupakan wilayah konsesi bagi Israel: “Saya pikir Israel tidak akan bermain-main dengan itu. Ini adalah sebuah ekspresi rakyat Palestina yang menuntut adanya pemisahan wilayah. Dan Israel tidak akan bisa menerima itu.”

Terkait dengan kebijakan luar negeri, kunjungan Emir cocok dengan kepentingan Hamas, jelas analis politik Nidar al-Azza. Kelompok ini sedang berjuang untuk mendapatkan legitimasi internasional. “Untuk meningkatkan kepercayaan politik, mereka telah menutup markas mereka di ibukota Suriah Damaskus awal tahun ini,“ kata dia menambahkan,“Dan keputusan itu mendapat dukungan dari negara-negara Teluk seperti Mesir dan Yordania, dan kini oleh Qatar.“

Lanskap Baru?

Jadi kunjungan Emir ini adalah bagian dari kepentingan politik semua kelompok. Memotong hubungan dengan Suriah berarti Hamas juga memotong hubungan, setidaknya secara terpisah dengan aliansi Syiah Suriah yakni: Iran. Sebaliknya, Palestina kini menemukan partner baru dalam negara-negara Sunni di Timur Tengah yang lebih pro-barat. Itu akan memperkuat legitimasi Hamas di satu sisi, sementara di sisi lain negara-negara mitra baru itu melihat ini sebagai sebuah peluang untuk mengurangi sikap konfrontatif Hamas terhadap Israel.

Hasilnya: Suriah dan Iran akan kehilangan Hamas sebagai mitra dalam melawan Israel. Baik Teheran maupun Damaskus selama ini telah mengambil keuntungan dari situasi ini di masa lalu. Kini, beberapa negara Arab membeli klaim sebagai yang berada di garis paling depan dalam melawan Israel. Tentu saja, Hamas akan menggunakan aliansi kecil yang baru ini untuk mempengaruhi Israel demi mencapai tujuan mereka.

Revolusi di Suriah dan penindasan atas oposisi telah mengguncang kawasan. Dan perjalanan Emir ke Gaza ini menunjukkan hal-hal yang mungkin akan terlihat di wilayah itu pada masa mendatang.

Sementara itu, pertempuran antara Israel dan militan Palestina di Jalur Gaza, hari Kamis (25/10) mereda setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan tidak resmi untuk melakukan gencatan senjata. Kesepakatan tercapai setelah beberapa hari yang lalu, serangan roket dan mortir dari Gaza dibalas oleh Israel dengan sebuah serangan udara.

Kersten Knipp (ab/cp)