1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Angsa Terbang Tinggi

Lea Pötter21 April 2014

Jenis angsa tertentu ibaratnya atlet kawakan. Mereka menyeberangi Himalaya, pegunungan tertinggi dunia dalam delapan jam. Itu tidak mudah ditiru, apalagi oleh manusia.

https://p.dw.com/p/1BliF
Foto: picture-alliance/dpa

Jenis angsa Anser Indicus yang juga dikenal dengan sebutan 'bar-headed goose' termasuk jenis burung kelana. Jadi di musim semi mereka meninggalkan India yang jadi tempat berdiam di musim dingin, dan terbang ke arah utara, sampai tiba di Asia Tengah untuk mengeram telur.

Dalam perjalanan, angsa-angsa itu melewati jalur yang melelahkan, karena dihalangi pegunungan Himalaya. Itu artinya, angsa-angsa itu harus terbang sampai ketinggian lebih dari 7.000 meter.

Udara Menipis

Jika dibandingkan, tekanan udara di ketinggian itu, hanya sekitar setengah dari tekanan udara di permukaan laut. Tubuh yang menghadapi kondisi ini harus mampu menghadapi udara dengan kadar oksigen lebih rendah dari biasanya. Bagi angsa Anser Indicus itu tampaknya bukan masalah.

Bagaimana angsa-angsat itu menghadapi situasi ekstrem dianalisa peneliti Lucy Hawkes dari University of Exeter. Mereka melakukan tes olah raga pada hewan tersebut. Dalam kotak plastik transparan, mereka membuat hewan-hewan tersebut berjalan cepat. Pada saat bersamaan, mereka mengurangi kadar oksigen sedikit demi sedikit, sampai situasinya sama seperti di atas Himalaya.

Ternyata angsa-angsa itu mampu berlari pada kecepatan sama selama 15 menit. Bagi pendaki gunung terlatih saja, itu ibaratnya utopia. Kata pakar pendakian gunung Stefan Nestler. Ia pernah mendaki Mount Everest hingga 7.200, dan mengenal kesulitan yang dihadapi orang, jika kadar oksigen dalam udara terlalu rendah. Karena tubuh manusia harus menyesuaikan diri secara berkala dengan kurangnya oksigen, jika ingin mendaki gunung.

Penyesuaian diri bisa butuh beberapa hari atau bahkan beberapa pekan. Menurutnya, antara setiap lokasi tempat orang bermalam, ketinggiannya tidak boleh lebih dari 300 meter. "Pada ketinggian 7.000 meter saya sudah terengah-engah setelah berjalan lima langkah," ungkap Nestler.

Jadi apa trik yang digunakan 'bar-headed goose', yang jelas bisa menghadapi situasi ini dengan kekuatan tubuh yang bisa diandalkan?

Otot Besi

Untuk bisa bekerja, otot butuh oksigen. Dan oksigen disalurkan oleh hemoglobin, yaitu protein yang mengandung zat besi, yang terdapat di dalam sel darah merah. Hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen ke paru-paru dan seluruh tubuh. Pembangkit energi pada sel-sel, yang disebut mitokondria, mengubah oksigen menjadi energi.

Keunggulan angsa Anser Indicus dibanding mamalia dan jenis angsa lain adalah: otot-ototnya mengandung pembuluh darah jauh lebih banyak. Oleh sebab itu, para ilmuwan menduga, otot-otot angsa ini mendapat lebih banyak pasokan darah.

Selain itu, mereka memiliki variasi zat warna darah yang mampu menyimpan oksigen dengan lebih baik. Oleh sebab itu oksigen yang dialirkan ke otot bisa cukup, walaupun yang tersedia hanya sedikit.

Trik lainnya yang dimilik angsa ini: mitokondria terletak sangat padat di dekat pembuluh darah, oleh sebab itu dapat sangat cepat menerima oksigen dan mengubahnya jadi energi. Keunggulan ini memungkinkan angsa menyesuaikan diri dengan situasi sulit di atas Himalaya dalam waktu singkat.