1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Marken gegen Hunger

Miriam Braun30 Januari 2014

Satu dari tujuh warga AS hidup di bawah garis kemiskinan. Banyak yang kesulitan bertahan hidup akibat pemerintah melakukan potongan terhadap program bantuan “Food Stamps”.

https://p.dw.com/p/1AzTV
Foto: M. Braun

Michael Flowers, seorang laki-laki berusia 58 tahun berada pertama kali di “Greater Birmingham Ministries”, yakni sebuah tempat penyimpanan makanan atau yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai “Food Pantry”. Disini, mereka yang membutuhkan bantuan bisa memperoleh makanan secara gratis. Sebenarnya Michael Flower mendapat “Food Stamps” atau program bantuan pemerintah untuk pembelian makanan. Sayangnya sejak awal November, pemerintah memotong jumlah dana bantuan ini, itulah sebabnya ia kini berada di “Greater Birmingham Ministries.”

Sebelumnya, dengan menggunakan kupon tersebut, ia bisa berbelanja 200 Dolar per bulan. Setelah terjadi pemotongan- ia mendapat 11 Dolar lebih sedikit dari jumlah sebelumnya. Bagi Flowers, 11 Dolar adalah jumlah yang besar, mengingat ia adalah seorang pengangguran yang tidak mendapat bantuan sosial dan juga tak mempunyai pemasukan.

Kacang polong, buah kaleng dan daging

Hanya sekali dalam 90 hari, orang-orang yang membutuhan makanan bisa memperoleh makanan gratis disini. Tidak bisa lebih dari itu, karena banyak sekali orang yang membutuhkannya. “Keluarga dengan tiga orang anggota, mendapat apa yang kami sebut dengan `plasik berat`”, ujar Mary Jones yang sudah bekerja di Greater Birmingham Ministries, selama 16 tahun. Plastik berat adalah kantung yang berisi sekaleng buncis, kacang polong, dan buah dan mungkin juga sepotong daging. Jones, bertanya-tanya, “Akan tetapi seberapa lama tiga orang bisa bertahan dengan itu?“

Banyak warga Amerika yang bergantung pada makanan dari dapur umum dan gereja. Beberapa dari mereka adalah warga Amerika yang mempunyai pekerjaan paruh waktu atau yang memperoleh "Food Stamps" atau kupon makan. Akan tetapi, hal itu masih belum cukup, karena setidak satu dari tujuh orang warga Amerika hidup dalam garis kemiskinan.

Kupon makan tersebut sebenarnya sudah ada sejak tahun 60-an. Empat tahun lalu, setelah merebaknya krisis ekonomi, pemerintah Amerika Serikat untuk sementara waktu meningkatkan jumlah dana untuk pengadaan program bantuan tersebut sebagai bagian dari paket stimulus ekonomi negara. Awal November tahun lalu, kenaikan ini tak berlaku lagi. Negara melakukan penghematan lima juta miliar Dolar pertahun yang sama artinya dengan membiarkan 47 juta orang Warga Amerika menjadi lebih kelaparan.

Pro dan kontra “Food Stamps”

Jumlah mereka yang mendapatkan kupon menjadi berlipat ganda dan mencapai hampir 50 juta orang dalam kurun waktu tujuh tahun. Jumlah ini sama dengan jumlah penduduk yang ada di Spanyol. Partai Republik Amerika mengkritik program ini dengan alasan bahwa program tersebut telah menyebabkan orang tak mau mencari pekerjaan. Akan tetapi, 80 persen dari mereka yang mendapat "Food Stamps" tersebut adalah warga Amerika yang telah berkeluarga dan memiliki anak, orang-orang cacat serta orang-orang tua.

Sepuluh tahun mendatang, partai Republik ingin kembali melakukan pemotongan sekitar 40 miliar Dolar. Hal ini mendapat tentangan dari partai Demokrat. Padahal, studi menunjukkan bahwa satu Dolar dari setiap sembilan Dolar yang diinvestasikan dalam kupon makanan tersebut bisa menghasilkan kegiatan ekonomi. Karena itu, program ini tak hanya bisa mengangkat 4 juta orang dari garis kemiskinan, tapi juga bisa membantu petani kecil dan supermarket karena produk-produk mereka semakin banyak dibeli untuk memenuhi kebutuhan program ini.

Selain itu, “Food Stamps“ tak hanya terkait soal asal orang mendapat makanan tapi juga apa yang dimakan orang itu, kata Scott Douglas, direktur gudang makanan memperingatkan. “Jika kupon makan dikurangi , maka mereka yang membutuhkan akan membeli makanan yang tak sehat tapi murah“, katanya. Obesitas akan menjadi masalah besar, juga tekanan darah tinggi dan penyakit-penyakit lainnya. “Jadi biaya untuk kupon makanan akan beralih ke sistem kesehatan“, kata Douglas. Ia tak ingin membayangkan apa yang akan terjadi di institusinya , jika program “Food Stamps“ tersebut mendapat pemotongan lagi.