1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Aksi Militer Tak Pecahkan Masalah Pengungsi

19 Mei 2015

Menembakkan meriam untuk menenggelamkan perahu penyelundup manusia nyaris tidak ada gunanya. Krisis pengungsi tidak akan terpecahkan dengan tindakan itu, dan hanya memindahkan masalah. Perspektif Bernd Riegert.

https://p.dw.com/p/1FRla
Foto: Reuters/Y. Behrakis

Uni Eropa memutuskan menyiapkan operasi militer untuk memberantas bandit penyelundup manusia di Libya. Belum pernah sebelumnya Uni Eropa menyepakati petualangan militer berbahaya seperti itu, melawan musuh yang sulit ditangkap dan diprediksi taktiknya. Musuh bukanlah tentara reguler melainkan gerombolan kriminal, yang diduga punya kontak erat dengan milisi bersenjata di Libyia dan juga mafia di Eropa.

Jika pasukan Uni Eropa memulai aksinya merusak perahu dan instalasi milik penyelundup manusia, terbuka kemungkinan gerombolan itu melawan dan balas menembak. Atau menjadikan para "pengungsi" sebagai sandera dan menyalahgunakan pengungsi sebagai "perisai hidup". Kalau begitu harus bagaimana?

Deutsche Welle Bernd Riegert
Bernd Riegert redaktur DW

Staf komando militer Uni Eropa harus memiliki aturan operasi yang transparan dan bisa diterapkan, agar tidak terjadi hal memalukan di laut lepas atau di pesisir Libya. Masih banyak yang harus dilakukan, agar keputusan para menteri pertahanan dan menteri luar negeri itu bisa diwujudkan secara logis.

Menteri Bantuan Pembangunan Jerman Gerd Müller sudah mengungkapkan dengan lugas bahwa aksi militer tidak akan memecahkan masalah apapun. Para pengungsi akan terus berupaya masuk ke Eropa. Mereka akan mencari jalan yang lain, dan tetap harus berhubungan dengan bandit penyelundup manusia, selama tidak ada kemungkinan jalan imigrasi secara legal.

Bisnis para penyelundup manusia di Libya mungkin bisa dipaksa dihentikan sementara dengan operasi militer. Tapi model bisnis jahat itu hanya bisa dihancurkan jika para pengungsi bisa masuk ke Eropa secara legal. Dengan itu permintaan pasar terhadap penyelundup manusia lenyap.

Aturan imigrasi legal hanya bisa diwujudkan, jika Uni Eropa dapat menyepakati politik imigrasi bersama. Serta aturan lebih adil terkait pembagian kuota penerimaan pengungsi, pemohon suaka dan imigran dengan alasan ekonomi. Tapi kelihatannya kesepakatan bersama ini jauh lebih sulit, ketimbang mengerahkan kapal perang dan pesawat tempur. Banyak negara anggota Uni Eropa menolak keras untuk membicarakan tema ini.

Juga sejauh ini tidak jelas, bagaimana Uni Eropa hendak memerangi arus pengungsi ini bekerjasama dengan negara Afrika dan Timur Tengah asal para pengungsi. Sebab, negara asal pengungsi juga harus memiliki tanggung jawab yang setara bagi warganya, seperti beban Uni Eropa.

Saat ini, Uni Eropa berkonsentrasi untuk memerangi gejala krisis pengungsi. Aksi militer yang diputuskan bersama, untuk memerangi penyelundup manusia di Libya, hanya merupakan sebuh komponen sementara dari strategi yang jauh lebih besar. Kini, satuan penjaga batas bersama Eropa, Frontex, mulai mencatat peningkatan jumlah perahu pengungsi yang diluncurkan dari Turki. Juga tekanan pengungsi di perbatasan Turki ke Bulgaria terus meningkat. Eropa akan sangat sulit memerintahkan operasi militer di perairan Turki atau di perbtasan darat ke Bulgaria.

Sekarang yang tersisa dari keputusan itu adalah, para menteri Uni Eropa hanya ingin mendemonstrasikan kepada publik, bahwa mereka kompak dalam memerangi bandit penyelundup manusia. Tapi mereka menghindar menjawab pertanyaan yang sebenarnya. Yakni: apa yang akan terjadi dengan puluhan ribu pengungsi yang sedang menanti kesempatan mengarungi Laut Tengah menuju ke Eropa di Libya yang saat ini dilanda kekacauan?