1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jelang Pemilu, Eropa Debatkan Anggaran Sosial dan Pertahanan

7 Maret 2024

Kaum sosialis mengawali kampanye pemilu legislatif Uni Eropa dengan agenda besar keadilan sosial. Namun krisis geopolitik dan keamanan menuntut penambahan belanja pertahanan, yang membatasi ekspansi program sosial.

https://p.dw.com/p/4dDwH
Bendera Uni Eropa
Ilustrasi Uni EropaFoto: Pond5 Images/IMAGO

Ada banyak polisi yang hadir di pusat Kota Abadi, Roma. Markas besar Partito Democrato, partai sosial demokrat Italia, saat itu ditutup untuk publik. Kelompok sosialis dari seluruh Eropa, termasuk Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez dan Kanselir Jerman Olaf Scholz, berkumpul untuk meminta dukungan anggota parlemen kiri-tengah Eropa.

"Misi utama kampanye ini adalah mempertahankan nilai-nilai demokrasi dan keamanan kita,” kata Garcia,Sabtu (2/3) lalu. "Itulah yang kami tawarkan kepada masyarakat di 27 negara Uni Eropa, yakni masa depan berdasarkan solidaritas, kesetaraan dan peluang bagi semua.”

Partai-partai sosialis saat ini memimpin pemerintahan di Jerman, Spanyol, Rumania, dan Denmark serta pemerintahan sementara di Portugal. Diperkirakan, kelompok kiri-tengah akan tetap menjadi kekuatan terbesar kedua setelah pemilu legislatif Eropa, yang akan berlangsung awal Juni.

Perkaranya, dengan situasi geopolitik yang menuntut penambahan dana pertahanan, pemerintah sosialis di Eropa kesulitan membiayai program sosial yang selama ini menjadi andalan.

How prepared is Europe for another Trump presidential term?

Anggaran pertahanan vs belanja sosial

"Dukungan publik untuk membiayai anggaran pertahanan masih sangat rapuh,” kata Marcel Schlepper, ekonom di Ifo Institute, sebuah lembaga penelitian di München. Sebuah makalah ilmiah yang diterbitkan Ifo baru-baru ini menyimpulkan, meski masyarakat Eropa pada umumnya sadar akan perlunya belanja pertahanan yang lebih tinggi, sikap mereka berubah ketika menyangkut kontribusi negara sendiri.

"Saat ini, hanya ada empat negara di Eropa,” termasuk Swedia, Bulgaria, Jerman, dan Norwegia yang bukan anggota UE, yang lebih dari 50 persen masyarakatnya mendukung anggaran pertahanan yang lebih besar," kata Schlepper kepada DW.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Menurutnya, ada pertanyaan yang saat ini dihindari oleh politik dan masyakat, yakni "apakah kita bersedia mengurangi pengeluaran di sektor lain atau kita bersedia membayar pajak yang lebih tinggi?"

Perdebatannya tidak akan mudah, kata Joachim Schuster, seorang anggota Parlemen Eropa dari Partai Sosial Demokrat Jerman, karena dibahas "secara tidak rasional dan tergesa-gesa," imbuhnya.

Saat ini pun, negara-negara NATO di Eropa sudah mengeluarkan dana pertahanan tiga kali lebih besar dibandingkan Rusia. Schuster menyarankan agar pemerintah terlebih dulu menanggulangi pemborosan sebelum menambahkan anggaran.

'Kesejahteraan komprehensif' di Eropa

Adalah "tidak masuk akal bagi sebagian kaum konservatif dan liberal,” untuk menolak penambahan utang dan malah sebaliknya menuntut pemotongan belanja sosial, kata Schuster.

Di Eropa "kita mempunyai konsep kemakmuran yang komprehensif,” dimana negara seperti Jerman, Perancis, Italia, dan Spanyol mengalokasikan antara 27 hingga 32 persen dari anggaran untuk belanja sosial, dibandingkan dengan sekitar dua persen untuk pertahanan."

EU Commission president seeks second term

Menurut Marcel Schlepper, ekonom Ifo Institute, "hal yang bisa dilakukan adalah mengkonsolidasikan anggaran sosial atau setidaknya tidak menambah belanja sosial,” kata dia.

Namun bagi kaum Sosialis Eropa, pembatasan belanja sosial menjadi semacam pil pahit. "Kita harus melindungi keamanan dan model Eropa – yaitu model sosial,” kata Garcia dalam pidatonya di Roma. Dia pun menegaskan perlunya pembahasan soal berapa sumber daya fiskal yang bisa dianggarkan.

"Tapi bukan artinya program kesejahteraan sosial yang dipangkas,” kata Sven Mikser, mantan menteri pertahanan Estonia dan kini mewakili Partai Sosial Demokrat di Parlemen Eropa.

Mikser menilai, peristiwa seperti pandemi COVID atau krisis energi cenderung memperlebar kesenjangan sosial di masyarakat. Oleh karena itu, katanya kepada DW, penting bagi negara untuk membantu mereka yang rentan dan memberikan beban lebih besar kepada mereka yang sangat berkecukupan.

rzn/hp